Di matanya, terperangkap sebaris hujan
semoga hujan yang ini segera reda
dan pelangi terbit di sana...
Saturday, December 10, 2011
Tuesday, December 06, 2011
Sebuah Mimpi dan Rel Kereta Jurusan Langit
Rel kereta yang akan belok menuju ke langit (photo courtesy: Nia Janiar) |
mimpi ini sudah saya titipkan
pada sebuah kereta tua
yang akan menempuh jalur langit
semoga ia selamat sampai ke langit biru
dan tak ingat jalan pulang;
memeliharanya sendiri di bumi
hanya membuat hati meradang!
*Ditulis untuk prompt foto dari Nia Janiar: rel kereta, oleh-oleh dari Cepu... :)
Thanks to Ambu Trizsa Vas untuk ide rel kereta yang melengkung ke langit... :)
Thursday, October 27, 2011
?
pada akhirnya aku tetap bertanya,
setelah jauh melintasi warna-warni musim
setelah letih menyusur abu-abu harapan
hingga menggadaikan keraguan yang hijau
lalu sampai pada
mencermati pekat malam
di bawah bayang-bayang bulan
yang pucat:
--adakah hatimu tercemar sedikit saja warna?
Monday, September 26, 2011
Kita Bertemu di Sini
Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang waktu yang curang:
sepasang kursi tua, meja kayu,
dan boneka-boneka
kertas di atas meja
adalah kisah yang membiru
seperti bilur
di lekuk-lekuk kaki masalalu
Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang daun yang tak boleh
dipetik rindu
dari dahan tempat burung-burung kecil
berkicauan memanen kenangan
mengunyah ingatan
hingga mual dan kebingungan
memilah mimpi dan kenyataan
Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang kata-kata yang terik sekaligus sunyi...
pada bait-bait puisi
tentang waktu yang curang:
sepasang kursi tua, meja kayu,
dan boneka-boneka
kertas di atas meja
adalah kisah yang membiru
seperti bilur
di lekuk-lekuk kaki masalalu
Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang daun yang tak boleh
dipetik rindu
dari dahan tempat burung-burung kecil
berkicauan memanen kenangan
mengunyah ingatan
hingga mual dan kebingungan
memilah mimpi dan kenyataan
Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang kata-kata yang terik sekaligus sunyi...
Sunday, September 25, 2011
Seperti Balon
kamu sudah seperti balon merah saja
di tangan gadis kecil yang kita temui siang itu
sekali lengah,
angin membawamu lari
jauh ke pangkuan langit biru,
dan tak kembali
tak peduli gadis kecil bersusah hati--
takut kau pecah
atau sesat
di kebiruan yang asing
di langit yang maha tinggi
di tangan gadis kecil yang kita temui siang itu
sekali lengah,
angin membawamu lari
jauh ke pangkuan langit biru,
dan tak kembali
tak peduli gadis kecil bersusah hati--
takut kau pecah
atau sesat
di kebiruan yang asing
di langit yang maha tinggi
Sunday, September 11, 2011
Watch Me Bounce Contest: Menang!
Tanggal 7 September kemarin, saya mendapat email dari salah satu editor Watch Me Bounce Contest.
Isinya adalah.... notifikasi bahwa puisi yang saya kirimkan dinobatkan sebagai pemenang. Horeeeee... :D
Berhubung dihubung-hubungkan, tanggal 9 September kemarin adalah hari ultah saya, maka saya menganggap kemenangan ini sebagai salah satu hadiah ultah tahun ini. :)
Hadiahnya memang tidak 'wah', tapi buat saya ini sih alhamdulillah sesuatu banget... *Syahrini syndrome :p
Untuk melihat daftar pemenang semua kategori dalam kontes ini, silakan klik di sini.
Puisinya berjudul The Broken House.
Hadiahnya adalah review atau komentar gratis dari editor dan juri lomba sebagai berikut (link-nya klik di sini):
Selain itu, puisi ini akan di-publish di watchmebounce.com selama satu bulan ke depan.
***
Sedikit sharing tentang perihal penulisan puisi ini, jika dilihat dari bentuk, puisi ini disebut Nonet. Ini adalah nonet pertama yang pernah saya tulis, dalam rangka mengikuti prompt menulis oleh One Stop Poetry.
Nonet adalah puisi yang terdiri dari 9 baris. Baris pertama terdiri dari 9 suku kata (ingat: suku kata, bukan kata!). Baris kedua harus terdiri dari 8 suku kata, baris ketiga memiliki 7 suku kata, dan begitu seterusnya hingga nanti pada baris ke-9 (baris terakhir) hanya ada 1 kata saja. Jika disederhanakan, jumlah suku kata dari baris pertama hingga terakhir adalah: 9-8-7-6-5-4-3-2-1.
Berhubung pemenggalan suku kata dalam Bahasa Inggris sangatlah berbeda dengan pemenggalan dalam Bahasa Indonesia (ya iya lah!) dan saya belum paham pola pemenggalannya, maka saya menulis puisi ini dengan mengandalkan kamus. Saat itu, saya berkutat di bagian huruf 'r'. Maka, jangan heran jika di puisi ini mengandung banyak kata yang dimulai dengan huruf 'r'. Jadi, sekarang kalian tahu, saya mencari-cari kata yang menarik buat saya di bagian huruf 'r', yang kemudian dihitung-hitung jumlah suku katanya, lalu dipadukan dengan kata lain hingga ia bisa punya makna atau maksud, kemudian 'disesuaikan' grammarnya, dsb. agar memenuhi syarat sebagai sebuah Nonet.
Puisi (Nonet) ini, sebelumnya sudah pernah saya publish di blog ini. Beberapa waktu kemudian, saya membaca pengumuman tentang lomba yang diadakan Watchmebounce.com dengan tema resilience. Kebetulan sekali, ada kata resiliency di puisi ini, yang berarti sesuai dengan tema. Maka, tanpa gundah dan ragu, saya langsung mengirimkannya via email. Kurang lebih sebulan kemudian, editor lomba memilihnya sebagai pemenang debut Watch Me Bounce Contest yang mengusung tema utama resilience.
***
Watch Me Bounce adalah online literary magazine berbasis di Kolombia, Amerika Serikat. Pendiri sekaligus Editor-in-chief website ini adalah Rocky Reichman. Ia merintis online magazine ini sejak usianya 15 tahun. Ia kini sedang menimba ilmu di bangku kuliah, mengambil jurusan psikologi. Muda sekali, ya? Nah untuk profil lengkapnya bisa baca di sini.
Isinya adalah.... notifikasi bahwa puisi yang saya kirimkan dinobatkan sebagai pemenang. Horeeeee... :D
Berhubung dihubung-hubungkan, tanggal 9 September kemarin adalah hari ultah saya, maka saya menganggap kemenangan ini sebagai salah satu hadiah ultah tahun ini. :)
Hadiahnya memang tidak 'wah', tapi buat saya ini sih alhamdulillah sesuatu banget... *Syahrini syndrome :p
Untuk melihat daftar pemenang semua kategori dalam kontes ini, silakan klik di sini.
Puisinya berjudul The Broken House.
The Broken House
By Neni Iryani
Raspy whisper of wind is still rumbling
through a house fallen into a ruin
one night storm made it rubble–
salient proof of fall.
I now rare to know
if resiliency
will rummage
the broken
house!
Hadiahnya adalah review atau komentar gratis dari editor dan juri lomba sebagai berikut (link-nya klik di sini):
This poem is the clear winner of this contest due to the open-ended appeal that reaches into the lives of many who face tragedy. “The Broken House” can apply to anyone whether what they face is the actual loss of a home due to fire or the metaphorical home of one’s soul. No matter the case, he or she facing destruction often wonder, sometimes with anger, if the house will be rebuilt – if it is rebuilt, will it be what we hope, fall short, or become a palace. To write a poem that reaches everyone can lead to such general language that it seems to speak to no one. “The Broken House” walks a fine line that opens the door for the world to walk in while creating an enjoyable seat indoors to get comfortable. There is a sadness in the poem’s end that whispers of doubt. Reality is a brilliant tool in poetry even if people think dreamscapes don’t need it – often it is essential.
-The Watch Me Bounce Editorial Staff
Selain itu, puisi ini akan di-publish di watchmebounce.com selama satu bulan ke depan.
***
Sedikit sharing tentang perihal penulisan puisi ini, jika dilihat dari bentuk, puisi ini disebut Nonet. Ini adalah nonet pertama yang pernah saya tulis, dalam rangka mengikuti prompt menulis oleh One Stop Poetry.
Nonet adalah puisi yang terdiri dari 9 baris. Baris pertama terdiri dari 9 suku kata (ingat: suku kata, bukan kata!). Baris kedua harus terdiri dari 8 suku kata, baris ketiga memiliki 7 suku kata, dan begitu seterusnya hingga nanti pada baris ke-9 (baris terakhir) hanya ada 1 kata saja. Jika disederhanakan, jumlah suku kata dari baris pertama hingga terakhir adalah: 9-8-7-6-5-4-3-2-1.
Berhubung pemenggalan suku kata dalam Bahasa Inggris sangatlah berbeda dengan pemenggalan dalam Bahasa Indonesia (ya iya lah!) dan saya belum paham pola pemenggalannya, maka saya menulis puisi ini dengan mengandalkan kamus. Saat itu, saya berkutat di bagian huruf 'r'. Maka, jangan heran jika di puisi ini mengandung banyak kata yang dimulai dengan huruf 'r'. Jadi, sekarang kalian tahu, saya mencari-cari kata yang menarik buat saya di bagian huruf 'r', yang kemudian dihitung-hitung jumlah suku katanya, lalu dipadukan dengan kata lain hingga ia bisa punya makna atau maksud, kemudian 'disesuaikan' grammarnya, dsb. agar memenuhi syarat sebagai sebuah Nonet.
Puisi (Nonet) ini, sebelumnya sudah pernah saya publish di blog ini. Beberapa waktu kemudian, saya membaca pengumuman tentang lomba yang diadakan Watchmebounce.com dengan tema resilience. Kebetulan sekali, ada kata resiliency di puisi ini, yang berarti sesuai dengan tema. Maka, tanpa gundah dan ragu, saya langsung mengirimkannya via email. Kurang lebih sebulan kemudian, editor lomba memilihnya sebagai pemenang debut Watch Me Bounce Contest yang mengusung tema utama resilience.
***
Watch Me Bounce adalah online literary magazine berbasis di Kolombia, Amerika Serikat. Pendiri sekaligus Editor-in-chief website ini adalah Rocky Reichman. Ia merintis online magazine ini sejak usianya 15 tahun. Ia kini sedang menimba ilmu di bangku kuliah, mengambil jurusan psikologi. Muda sekali, ya? Nah untuk profil lengkapnya bisa baca di sini.
Saturday, August 13, 2011
Hingar
Nanti dulu; jangan beranjak pergi
Euphoria dan gelegak rindu belum lagi reda
Nada-nada riang masih berdenting-denting
Isyaratkan kita menarikan kata dalam diam
'Ingar bingar yang kita dengar di halaman luar
Riuhnya renyah, ramainya pecah
Yang tak terdengar adalah jingga matahari
Adalah debur pantai saat pasang
Namun camar-camar mendengarnya dan mengerti
Iring-iringan angin merambati sayapnya, lalu mengisi telinganya dengan makna.
*Note:
Ditulis di sesi Reading Light Writer's Circle (Sabtu, 13 Agust 2011);
Tema: Puisi Akrostik (Nama masing-masing peserta).
Euphoria dan gelegak rindu belum lagi reda
Nada-nada riang masih berdenting-denting
Isyaratkan kita menarikan kata dalam diam
'Ingar bingar yang kita dengar di halaman luar
Riuhnya renyah, ramainya pecah
Yang tak terdengar adalah jingga matahari
Adalah debur pantai saat pasang
Namun camar-camar mendengarnya dan mengerti
Iring-iringan angin merambati sayapnya, lalu mengisi telinganya dengan makna.
*Note:
Ditulis di sesi Reading Light Writer's Circle (Sabtu, 13 Agust 2011);
Tema: Puisi Akrostik (Nama masing-masing peserta).
Random Thought
I dont know what happens to me lately. It seems so hard to have a piece of mind.
Does something bad happen without I know it exactly?
Or is it a mere symptom of upcoming PMS?
Or my unconcious knows something, but my concious tries to ignore it as a truth?
Or is it simply unreasonable feelings and worries?
Lehrer says, "Every feeling is really a summary of data, a visceral response to all of the information that can't be accessed directly."
Tuesday, August 02, 2011
Silang Jalan
Tak ada lagi cinta yang benci
di antara kita, bukan?
di ujung jalan ini, rimbun pepohon
menuju hutan adalah saksi:
telah kita titipkan setiap keping benci
di kiri-kanan jalan setapak
sebelum sampai di sini
sebelum masing-masing hati
mengisyaratkan perpisahan
Jalan kita hanya sampai di sini
bersilangan!
di antara kita, bukan?
di ujung jalan ini, rimbun pepohon
menuju hutan adalah saksi:
telah kita titipkan setiap keping benci
di kiri-kanan jalan setapak
sebelum sampai di sini
sebelum masing-masing hati
mengisyaratkan perpisahan
Jalan kita hanya sampai di sini
bersilangan!
Friday, July 22, 2011
Saat Aku Hujan
Photo is from here |
Saat aku menjadi hujan
yang luruh dan meresap
di tanah-tanah berwarna gelap;
kau tak usah gusar, hanya coba hiruplahmanisnya petrichor yang meruah--
aroma hujan bercampur debu tanah
Saat aku menjelma hujan
yang jatuh singgah di dahan dan daun-daun
lalu menguap saat angin mengayun;kau tak perlu risau, hanya tunggulah sebentar
akan datang pelangi yang mekar
di mega-mega biru segar...
Wednesday, July 20, 2011
Moving Notification
Due to one and another reason, I'm making another blog. This new blog is designed especially for posts in English. Meanwhile, this blog--Lilalily--will be in Bahasa Indonesian. So, most of posts in English in this old blog will be exported to the new one.
The name of my new blog is Purple Nook. It's actually an old name; I've ever used it for this blog before I chose Lilalily as a new name. Now that I'm making the new one, I can't resist not using it again. I love this name.
This new blog is not fully maintained, but hope you are pleased to dropping by and taking a little look in this new nook. Here's the Purple Nook.
Happy blogging... :)
Monday, July 18, 2011
Salah Mengira
aku baru tahu
aku telah salah mengira jingga adalah ungu
aku baru saja mengerti
bahwa dia yang dulu bukanlah aku...
aku telah salah mengira jingga adalah ungu
aku baru saja mengerti
bahwa dia yang dulu bukanlah aku...
The Courtesy of the Wooden Mask
Photo Courtesy of Tess Kincaid |
hanging on the wall of your past
It never once betrays you or me or us
for it only shows the real face of itself
not the real you or me--
not the real us
Now that you and me
want to see each other--
the real us
we're suddenly in doubt, worried
for we may betray
the courtesy of the wooden mask!
*Note:
Written for Magpie Tales #74
Tuesday, July 12, 2011
The Broken House
Raspy whisper of wind is still rumbling
through a house fallen into a ruin
one night storm made it rubble--
salient proof of fall.
I now rare to know,
if resiliency
will rummage
the broken
house!
*Note:
This Nonet is written for One Stop Poetry.
Nonet is a form of a poem with a total of nine lines. The first line must have nine syllables, second line eight syllables, third line seven syllables and so on until you end with one syllable.
Monday, July 11, 2011
You Can't Grow a Tree in a Kitchen
on a dining table made of glass
for a tree needs to grow its root
deep down rooted in the earth
You can't grow a tree in a kitchen
where the sun is blocked to enter
for a tree needs shafts of sunlight
to make a food in its green leaves
to make a food in its green leaves
You can't grow a tree in a kitchen
but you don't believe me and listen
the smile in your face make me worry
for it will turn to be angry and gloomy
as the tree will soon be weary
You can't grow a tree in a kitchen
but you don't believe me and listen
as well as you won't understand
that we should sometimes be kind
to let something go for peace of our mind
You just can't grow a tree in a kitchen
but you don't believe me and listen...
*Note:
This post is written for Thursday Short Story Slam Week-5 Children's Literature. Photo is taken from this website.
Besides, I also submit this post for Thursday Poets Rally Week 48.
***
Update:
It's surprising that I have won The Perfect Poet Award of Week 48.
The following is my award. Thank you for the award, Poets Rally.
Find my Haiku for the award picture as follows... :)
***
The Summer is Ready
dandelion clocks fly free
as light breeze blows gently
Oh, summer is ready!
***
I vote for Cherlyn!
*
Besides, I also submit this post for Thursday Poets Rally Week 48.
***
Update:
It's surprising that I have won The Perfect Poet Award of Week 48.
The following is my award. Thank you for the award, Poets Rally.
Find my Haiku for the award picture as follows... :)
***
The Summer is Ready
dandelion clocks fly free
as light breeze blows gently
Oh, summer is ready!
***
I vote for Cherlyn!
*
Labels:
Bluebell Books,
English Posts,
Lembar Puisi,
Poets Rally
Saturday, July 09, 2011
I See This Girl and Guy
This picture is a work of Bonnie. |
I see this girl, a particular girl
standing in a corner of this gallery:
she looks so worried or weary
I can tell it from the swing of her earrings from pearl
I see this guy, a guy in all black
I can't tell how he looks or feel
he just seems so amazed he stands still
in front of the big painting of black
I suddenly realize it
this girl can't take off her eyes from the guy in a black
who can't take his eyes off the painting of black
I then wondered, but please forgive me for this thought:
if this is a story of love triangle in a modern world--
between a girl, a guy, and this guy's beloved artwork.
*Note:
This poem is written for Friday Poetically with Bryan Miller who provided three artworks of her friend, Bonnie, to be picked one as an inspiration of writing a poem.
Thanks to Bryan and Bonnie for this week's prompt... :)
Tuesday, July 05, 2011
In This Little Summer House
In this little summer house
I sit still and browse
through the vast field of wheat
remembering how we first met
The big yellow sun shines
the birds sing in the far pines
I listen to their voice
giving me such strenght to rejoice
How much I miss you, how could I tell?
You're just so far away, I couldn't trace your tale
*Note:
This post is written for Mag 72 by Magpie Tales.
This post is written for Mag 72 by Magpie Tales.
Monday, July 04, 2011
The Sad-Looking Stranger
I could only wonder:
What's there crisscrossing your mind
I believe it's not that clear as the plain water,
but black as the umbrella in your hand
I could only stare:
What's there in your look
It seems you long forget how to smile
no strange you look so crook
If only I could take a look to your mind
as easy as I open and see inside your big blue bag
maybe I could give you my hand
to find soon your lost luck back!
* Note:
This post is written for Writing Exercise (Monday, 4th July) for Creative Writing Ink.
What's there crisscrossing your mind
I believe it's not that clear as the plain water,
but black as the umbrella in your hand
I could only stare:
What's there in your look
It seems you long forget how to smile
no strange you look so crook
If only I could take a look to your mind
as easy as I open and see inside your big blue bag
maybe I could give you my hand
to find soon your lost luck back!
* Note:
This post is written for Writing Exercise (Monday, 4th July) for Creative Writing Ink.
Sunday, July 03, 2011
Tentang Lena dan Duda Kaya
Adalah kisah tentang Lena
gadis miskin yang menikah dengan duda kaya
pada duda ia tak cinta
apa daya kehendak orang tua tak bisa ia cela
demi membayar hutang keluarga
Duda kaya punya anak dua
Ia kerja, Lena mengurusi anaknya
hari kelima semua pembantu dipecatnya;
Lena bilang ia bisa kerjakan semua:
mengurus anak, rumah, dan isinya
Duda kaya makin hari makin cinta
pikirnya ia tak salah pilih istri kedua
pulang kerja rumah rapi, anak terurus kebutuhannya
meski malamnya Lena lelah dan cepat tidurnya
Tak terasa tiga bulan sudah usia pernikahan mereka
duda kaya mulai merasa
ia bukannya tak salah pilih istri kedua
melainkan pembantu rumah tangga...
Note:
Ditulis di sesi Reading Lights Writers' Circle (Sabtu, 2/7) dengan tema: Miskin sebagai gaya hidup.
Saya memilih menulis narrative poem sebab sedang tidak bisa menulis cerpen.... :)
gadis miskin yang menikah dengan duda kaya
pada duda ia tak cinta
apa daya kehendak orang tua tak bisa ia cela
demi membayar hutang keluarga
Duda kaya punya anak dua
Ia kerja, Lena mengurusi anaknya
hari kelima semua pembantu dipecatnya;
Lena bilang ia bisa kerjakan semua:
mengurus anak, rumah, dan isinya
Duda kaya makin hari makin cinta
pikirnya ia tak salah pilih istri kedua
pulang kerja rumah rapi, anak terurus kebutuhannya
meski malamnya Lena lelah dan cepat tidurnya
Tak terasa tiga bulan sudah usia pernikahan mereka
duda kaya mulai merasa
ia bukannya tak salah pilih istri kedua
melainkan pembantu rumah tangga...
Note:
Ditulis di sesi Reading Lights Writers' Circle (Sabtu, 2/7) dengan tema: Miskin sebagai gaya hidup.
Saya memilih menulis narrative poem sebab sedang tidak bisa menulis cerpen.... :)
Saturday, July 02, 2011
My Phobia and You
Yes we know exactly that I'm phobia of heights. Acrophobia, they call it. So, it's not a secret that I will avoid doing anything which will trigger my phobia. I hate balcony. I avoid looking through the window glass from a room in a second floor, not to mention in a 13th floor and so on. There's no strange that I hate apartment. I prefer spending more hours trip by bus to travelling by airplane. That's why I've never gone that far, unlike you, the most adventurous man and passionate backpacker I've ever known. Maybe, this is one reason of why I fall in love with you. People say we tend to fall in love with ourselves that we see in others, but apart from that we tend also to fall in love with someone who will complete us as persons.
I don't know where you are right now. The last postcard I received from you telling me that you are somewhere in Asia. You said you fall in love to the beautiful scenery around you, the fresh air, the singing of birds you hear every morning, the tropical atmosphere, the local ladies, etc. You even wished that you could live there with me for the rest of your life. You also said that you can't wait to do climbing in the near mountain the next day. You showed me the track you will pass to that mountain; it is in the postcard picture. This bridge--I even couldn't believe people call this frail piece of wood and rope as a bridge--will lead your way to the mountain and find the climbing spot.
The last line you wrote was a joke saying that next time I should pass this frail bridge to get me you. Smile emoticon. Full stop. Your name.
It has been two months since I received your postcard. You've never made me this long waiting and wondering your story of where you are now, what you feel, where your next heading or plan, the local food and girls, what you do to get some money, how you get lost and find new adventure, how was the rock climbing, etc.
This postcard is the most read since one month ago, although I suffer from a headache and I always tremble every time I see the picture. And those symptoms are getting worse when I read your last line words.
***
I don't know what happen to me this morning. When I stared at the bridge, I felt like I will be able to pass this bridge for you. I felt no more headache, trembling or nausea. Yes, for the first time in my life: I want to pass this bridge, a frail bridge. This thought made my blood rushed faster. I will be able to go by plane. Maybe I need to meet psychiatrist first, but it's not a big problem. I've never this brave; I will try my best to pass it, if this bridge really could get me to you.
But, how could I know that you are there waiting?
*Note:
This post is written for the Writing Exercise by Creative Writing Ink.
I don't know where you are right now. The last postcard I received from you telling me that you are somewhere in Asia. You said you fall in love to the beautiful scenery around you, the fresh air, the singing of birds you hear every morning, the tropical atmosphere, the local ladies, etc. You even wished that you could live there with me for the rest of your life. You also said that you can't wait to do climbing in the near mountain the next day. You showed me the track you will pass to that mountain; it is in the postcard picture. This bridge--I even couldn't believe people call this frail piece of wood and rope as a bridge--will lead your way to the mountain and find the climbing spot.
The last line you wrote was a joke saying that next time I should pass this frail bridge to get me you. Smile emoticon. Full stop. Your name.
It has been two months since I received your postcard. You've never made me this long waiting and wondering your story of where you are now, what you feel, where your next heading or plan, the local food and girls, what you do to get some money, how you get lost and find new adventure, how was the rock climbing, etc.
This postcard is the most read since one month ago, although I suffer from a headache and I always tremble every time I see the picture. And those symptoms are getting worse when I read your last line words.
***
I don't know what happen to me this morning. When I stared at the bridge, I felt like I will be able to pass this bridge for you. I felt no more headache, trembling or nausea. Yes, for the first time in my life: I want to pass this bridge, a frail bridge. This thought made my blood rushed faster. I will be able to go by plane. Maybe I need to meet psychiatrist first, but it's not a big problem. I've never this brave; I will try my best to pass it, if this bridge really could get me to you.
But, how could I know that you are there waiting?
*Note:
This post is written for the Writing Exercise by Creative Writing Ink.
Wednesday, June 29, 2011
The Vacation of Two Angels
Black Angel : Do you think somebody will notice that we're angels in disguised?
White Angel : We're too old for angels.
Black Angel : Ha..ha...ha...
White Angel : Just don't let somebody see our faces.
Black Angel : Okay, White. I will listen to your words today. I won't let them.
White Angel : But actually, I'm wondering if this is weird to have an umbrella in this beautiful twilight. I'm afraid this umbrella will attract somebody's attention
Black Angel : That's okay. People can stand weird strangers more than beautiful angels. It's more dangerous to stand here without umbrellas. They will notice our strangely beautiful and magical faces trapped in old-ladies' bodies.
White Angel : Ha...ha... You need to train your magic, so next time, we won't look this weird.
Black Angel : Alright. If there's next time. We will be young and beautiful ladies by the seashore.
White Angel : Great. I've never known that you can be a good company.
Black Angel : Hey, what does it mean, then?!
White Angel : You know what, I do enjoy this one-day vacation. Though, still, it's just ironic to spend holiday with an eternal enemy. But I have to admit that I enjoy your company. You can be such nice angel. I hope it will last longer.
Black Angel : What will last longer; this holiday or my good behavior? I don't want to think that this holiday has made you forget that we're born as an enemy. You are the good and I'm the evil. It's violation to destiny to change that fact.
White Angel : Don't start an argument, please. Can we just be friend for one day? It's a blessing that God let us to have a little rest. Why don't we enjoy it?
Black Angel : Okay, sorry. Hmmm... it's unbelievable I say sorry.
White Angel : Black...
Black Angel : Okay, White. Okay, as you wish.
(Silent)
Black Angel : Look! The sky is getting redder now. Beautiful, right?
White Angel : Yeah, so beautiful. I can't wait to see the sun sets in the vast ocean.
Black Angel : Me, too. Well, if I may say the truth, I will never forget today's sunset ever!
White Angel : So do I. It's the best and most beautiful sunset I've ever seen.
Black Angel : Don't say that it is because of my company. Huh?
White Angel : Ha...ha... I have to say--well, yes... It's one of the reasons.
Black Angel : Oh no, I don't like this kind of scene.
White Angel : Oh come on, Black...
Black Angel : Yeah, whatever...
White Angel : Black, I know it maybe sounds weird to you...; If in the next coming days we're involved in hard battles, can we remind each other about today? So... umm...--I mean...--we shouldn't that hard fighting.
Black Angel : What?! What an idea! Do you think I'm stupid? You're trying to make me giving up easier! Unbelievable!
White Angel : Black, please... I never think that way. I just hope that you don't that hard on human... on yourself…
Black Angel : So you could win more battles...
White Angel : Black! Oh okay, it's my fault! It's so stupid to expect the good Black in an extraordinary day like today, let alone in normal days.
In the meantime, the big red sun slipped into the ocean.
Black Angel : Beautiful, huh?
White Angel : Yeah... I feel so happy and sad at once seeing this sunset...
Black Angel : Well, I feel the same.
White Angel : ...
Black Angel : Why starring at me that way? I'm a born evil, White. We have to remember this.
Note:
This post is written for Writing Exercises by Creative Writing Ink.
Friday, June 24, 2011
Kamu
Kamu tahu tidak: kamu adalah termasuk orang yang sangat mudah dibaca. Mudah ditebak, mudah dimanipulasi.
Dan tak kusangka, belakangan aku sadar kamu adalah juga orang yang paling pintar menipu diri sendiri, membohongi orang lain, untuk alasan yang hanya kamu sendiri yang tahu...
Dan tak kusangka, belakangan aku sadar kamu adalah juga orang yang paling pintar menipu diri sendiri, membohongi orang lain, untuk alasan yang hanya kamu sendiri yang tahu...
Kita: di Simpang Jalan
Mereka mungkin ada benarnya, ada juga salahnya.
Kita juga ada benarnya, pun salahnya.
Dalam beberapa hal tentu saja.
***
Masalah seperti ini memang rumit sekali. Tak bisa dipecahkan dengan menggunakan rumus apapun--sehebat apapun. Tak bisa dengan mudah diselesaikan hanya dengan menerapkan logika berpikir tertentu atau dengan menerapkan ajaran agama saja.
Sebagian besar orang akan bilang bahwa agama lah yang seharusnya jadi patokan, jadi solusi! Tapi mereka lupa selain hidup sebagai makhluk beragama, kita juga adalah makhluk yang perasa.
Dan di sinilah kita hari ini. Sejak awal kita sudah tahu kita akan sampai di sini--di persimpangan ini. Sesampainya di sini, hanya ada dua kemungkinan di depan sana: kita akan tetap (memaksakan diri) bersama atau (terpaksa) berpisah di sini saja.
Kedua pilihan tersebut sama berat resiko dan konsekuensinya. Kita sangat tahu ini sejak awal, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Kamu tahu pasti kan orang tuaku berpikiran terbuka. Mereka tidak akan memandangmu sebelah mata lalu menentang kita hanya karena kamu belum tetap bekerja, misalnya. Atau karena pendidikanmu tidak setara denganku, atau karena kamu kurang tampan, kamu bukan cendekiawan, apalagi karena misalnya kamu keturunan suku lain. Mereka sungguh tidak akan terlalu mempermasalahkan hal-hal tersebut di atas. Kalaupun mereka mempermasalahkannya, toh kamu sudah lolos kualifikasi itu. Kamu berpendidikan, mapan, tampan, dsb.
Tapi sayang seribu sayang, sejak awal kamu sudah gagal memenuhi kualifikasi yang paling prinsipil bagi mereka, bagi sebagian besar keluarga besarku (termasuk bagiku sendiri), dan yang utama bagi agama yang kami percaya: kamu beda agama!
Aku dan kamu beda agama!
***
__________________________________________________________________________________
*NOTE:
Ditulis di akhir April 2011. Saya lupa apa yang jadi inspirasi tulisan ini. Saya hanya sangat ingat bahwa sesuatu entah itu kejadian atau isu atau yang lainnya yang membuat saya tergerak menuliskannya.
Saya juga tidak tahu apa yang membuat saya tidak langsung mempostingnya di blog ini.
Malam ini, saat saya membacai tulisan lama di buku free-writing saya yang berwarna matahari bergambar dua pinguin biru dan dua ikan, saya pikir tulisan pendek ini layak dipublikasikan di blog... Dan ingat, ini hanya fiksi ya! :)
Kita juga ada benarnya, pun salahnya.
Dalam beberapa hal tentu saja.
***
Masalah seperti ini memang rumit sekali. Tak bisa dipecahkan dengan menggunakan rumus apapun--sehebat apapun. Tak bisa dengan mudah diselesaikan hanya dengan menerapkan logika berpikir tertentu atau dengan menerapkan ajaran agama saja.
Sebagian besar orang akan bilang bahwa agama lah yang seharusnya jadi patokan, jadi solusi! Tapi mereka lupa selain hidup sebagai makhluk beragama, kita juga adalah makhluk yang perasa.
Dan di sinilah kita hari ini. Sejak awal kita sudah tahu kita akan sampai di sini--di persimpangan ini. Sesampainya di sini, hanya ada dua kemungkinan di depan sana: kita akan tetap (memaksakan diri) bersama atau (terpaksa) berpisah di sini saja.
Kedua pilihan tersebut sama berat resiko dan konsekuensinya. Kita sangat tahu ini sejak awal, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Kamu tahu pasti kan orang tuaku berpikiran terbuka. Mereka tidak akan memandangmu sebelah mata lalu menentang kita hanya karena kamu belum tetap bekerja, misalnya. Atau karena pendidikanmu tidak setara denganku, atau karena kamu kurang tampan, kamu bukan cendekiawan, apalagi karena misalnya kamu keturunan suku lain. Mereka sungguh tidak akan terlalu mempermasalahkan hal-hal tersebut di atas. Kalaupun mereka mempermasalahkannya, toh kamu sudah lolos kualifikasi itu. Kamu berpendidikan, mapan, tampan, dsb.
Tapi sayang seribu sayang, sejak awal kamu sudah gagal memenuhi kualifikasi yang paling prinsipil bagi mereka, bagi sebagian besar keluarga besarku (termasuk bagiku sendiri), dan yang utama bagi agama yang kami percaya: kamu beda agama!
Aku dan kamu beda agama!
***
__________________________________________________________________________________
*NOTE:
Ditulis di akhir April 2011. Saya lupa apa yang jadi inspirasi tulisan ini. Saya hanya sangat ingat bahwa sesuatu entah itu kejadian atau isu atau yang lainnya yang membuat saya tergerak menuliskannya.
Saya juga tidak tahu apa yang membuat saya tidak langsung mempostingnya di blog ini.
Malam ini, saat saya membacai tulisan lama di buku free-writing saya yang berwarna matahari bergambar dua pinguin biru dan dua ikan, saya pikir tulisan pendek ini layak dipublikasikan di blog... Dan ingat, ini hanya fiksi ya! :)
Wednesday, June 22, 2011
Pernahkah Kalian Merasakannya?
Pernah ga sih kalian merasa tidak mengenal atau merasa aneh terhadap diri sendiri???
Saya pernah, sering malah.
Melakukan sesuatu yang tidak pernah direncanakan sebelumnya dan mampu menyelesaikannya meski dengan susah payah. Dan terheran-heran bagaimana bisa saya melewatinya.
Berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda dengan diri beberapa tahun yang lalu, dan tidak bisa menjelaskan selogis mungkin penyebab perubahan tersebut. Dan pastinya proses tersebut telah melewati jalur yang panjang dan bercabang-cabang hingga tidak bisa disimpulkan dengan satu dua kalimat.
Bereaksi terhadap sesuatu dengan cara yang bikin diri bertanya-tanya sendiri: 'saya kok bisa-bisanya bertindak begitu, harusnya kan biasa aja, harusnya kan begini atau begitu...'
Menyukai warna ungu, dan menjadi fanatik terhadap warna yang satu ini. Kalau bisa, semua harus berwarna ungu. Bahkan isi perut pun lebih suka yang ungu. Kemarin saya beli keripik ubi ungu, dan pastinya dasar ketertarikan membelinya adalah warnanya yang langsung nyolok mata. Minggu lalu, dengan sengaja dan sangat sadar membeli brownis yang ungu, kalau tidak ada yang ungu, ga akan jadi beli.
Penyuka angka 9 sebab lahir pada tanggal 9 bulan 9. Nomor HP sudah wajib berakhiran 9. Dan entah kenapa sering selalu berhubungan dengan angka 9. Contoh kecil adalah waktu kost di Jakarta, nomor rumahnya ibu kost 99, pas tinggal setahun di Jerman, nomor rumah keluarga angkat adalah 9, dan sekarang kembali kost di Bandung, rumah ibu kost yang jadul nan antik juga bernomor 9.
Penakut sangat sama makluk-makhluk tak kasat mata sejak pindah ke Bandung. Sebelum ke Bandung, saya ga sepenakut ini dan ga pernah teriak-teriak ketakutan kalau ada orang yang cerita tentang hal-hal mistis semacam ini. Paling-paling dulu hanya mata yang berkaca-kaca, sekarang saya bahkan ga sanggup denger cerita mistis dan cerita hantu sekecil apapun karena takut keingetan.
Menjadi insomnia sejak pulang dari Jerman. Dulu jam 9 adalah jam normal tidur. Sekarang boro-boro, jam 1 malam masih melek dan sibuk Online.
Menyukai orang tertentu ( termasuk yang dikategorikan 'not my type') dan juga tidak menyukai orang tertentu dengan alasan yang tidak bisa dijelaskan dan dimengerti oleh diri sendiri.
Bisa hidup meski tanpa TV dan tidak menjadi malu dengan tidak punya TV. Dulu waktu pindah ke Bandung dan harus kost untuk pertamakalinya, hal pertama yang dikhawatirkan adalah bahwa saya akan tidak punya TV dan tidak akan bisa nonton telenovela favorit saya lagi. Sekarang, kalaupun ada uang, bukan TV yang jadi barang yang akan dibeli.
Hal yang menurut orang lain adalah masalah kecil dan ga penting bisa jadi masalah penting buat saya dan bisa bikin saya marah, tapi hal lain yang menurut orang masalah besar dan membuat mereka marah, bagi saya hanya masalah kecil.
Tidak bisa tidur sebelum Online, hehehehehe....
Dulu pendiemnya naudzubillah, sekarang cerewetnya minta ampun. Hehehe...
Dulu begitu, sekarang begini...
Kita semua tahu pasti hidup adalah proses perjalanan panjang. Banyak hal yang datang dan pergi dalam kehidupan kita dan setiap hal tersebut pasti berpengaruh terhadap diri sekecil apapun itu. Perubahan tentunya jadi hal yang tak terbantahkan. Beberapa perubahan bahkan mungkin terjadi tanpa kita sadari...
Saya pernah, sering malah.
Melakukan sesuatu yang tidak pernah direncanakan sebelumnya dan mampu menyelesaikannya meski dengan susah payah. Dan terheran-heran bagaimana bisa saya melewatinya.
Berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda dengan diri beberapa tahun yang lalu, dan tidak bisa menjelaskan selogis mungkin penyebab perubahan tersebut. Dan pastinya proses tersebut telah melewati jalur yang panjang dan bercabang-cabang hingga tidak bisa disimpulkan dengan satu dua kalimat.
Bereaksi terhadap sesuatu dengan cara yang bikin diri bertanya-tanya sendiri: 'saya kok bisa-bisanya bertindak begitu, harusnya kan biasa aja, harusnya kan begini atau begitu...'
Menyukai warna ungu, dan menjadi fanatik terhadap warna yang satu ini. Kalau bisa, semua harus berwarna ungu. Bahkan isi perut pun lebih suka yang ungu. Kemarin saya beli keripik ubi ungu, dan pastinya dasar ketertarikan membelinya adalah warnanya yang langsung nyolok mata. Minggu lalu, dengan sengaja dan sangat sadar membeli brownis yang ungu, kalau tidak ada yang ungu, ga akan jadi beli.
Penyuka angka 9 sebab lahir pada tanggal 9 bulan 9. Nomor HP sudah wajib berakhiran 9. Dan entah kenapa sering selalu berhubungan dengan angka 9. Contoh kecil adalah waktu kost di Jakarta, nomor rumahnya ibu kost 99, pas tinggal setahun di Jerman, nomor rumah keluarga angkat adalah 9, dan sekarang kembali kost di Bandung, rumah ibu kost yang jadul nan antik juga bernomor 9.
Penakut sangat sama makluk-makhluk tak kasat mata sejak pindah ke Bandung. Sebelum ke Bandung, saya ga sepenakut ini dan ga pernah teriak-teriak ketakutan kalau ada orang yang cerita tentang hal-hal mistis semacam ini. Paling-paling dulu hanya mata yang berkaca-kaca, sekarang saya bahkan ga sanggup denger cerita mistis dan cerita hantu sekecil apapun karena takut keingetan.
Menjadi insomnia sejak pulang dari Jerman. Dulu jam 9 adalah jam normal tidur. Sekarang boro-boro, jam 1 malam masih melek dan sibuk Online.
Menyukai orang tertentu ( termasuk yang dikategorikan 'not my type') dan juga tidak menyukai orang tertentu dengan alasan yang tidak bisa dijelaskan dan dimengerti oleh diri sendiri.
Bisa hidup meski tanpa TV dan tidak menjadi malu dengan tidak punya TV. Dulu waktu pindah ke Bandung dan harus kost untuk pertamakalinya, hal pertama yang dikhawatirkan adalah bahwa saya akan tidak punya TV dan tidak akan bisa nonton telenovela favorit saya lagi. Sekarang, kalaupun ada uang, bukan TV yang jadi barang yang akan dibeli.
Hal yang menurut orang lain adalah masalah kecil dan ga penting bisa jadi masalah penting buat saya dan bisa bikin saya marah, tapi hal lain yang menurut orang masalah besar dan membuat mereka marah, bagi saya hanya masalah kecil.
Tidak bisa tidur sebelum Online, hehehehehe....
Dulu pendiemnya naudzubillah, sekarang cerewetnya minta ampun. Hehehe...
Dulu begitu, sekarang begini...
Dan masih banyak lagi yang lainnya, yang ga mungkin ditulis semua di sini. Ini pun saya agak gimana gitu, kok tulisan ini malah jadi curhat, padahal plot awal seharusnya tidak curhat seperti ini.
Kita semua tahu pasti hidup adalah proses perjalanan panjang. Banyak hal yang datang dan pergi dalam kehidupan kita dan setiap hal tersebut pasti berpengaruh terhadap diri sekecil apapun itu. Perubahan tentunya jadi hal yang tak terbantahkan. Beberapa perubahan bahkan mungkin terjadi tanpa kita sadari...
Tuesday, June 14, 2011
Monday, June 06, 2011
Sudah Tidak Seperti Dulu
maafkan jika hari-hari
sudah tidak seperti dulu
kita masih bernaung di langit yang sama
menghirup udara yang sama
menikmati hangat matahari yang kemarin itu juga
tapi banyak hal di bawah langit ini
berubah menjadi berbeda
menginvasi pikiran bahkan meracuninya perlahan-lahan
memaksa kita menjadi yang bukan kita (yang dulu)
percayalah, ini tidak hanya sulit bagimu
tapi juga sulit bagiku
namun untuk kembali ke hari-hari kemarin itu
aku sungguh tak lagi mampu atau mau
luka yang ada belum lagi kering
bagaimana bisa aku mudah melupa?
percayalah, ini tidak hanya sulit bagimu
tapi juga bagiku
namun cepat atau lambat kita akan terbiasa
meski tetap saja sulit menerima
semua ada jenjang masanya; kita tahu ini, kan?
meski pendek, hari yang kita bagi bersama itu pernah ada
dan aku tak menyesalinya
hanya (sekali lagi) jangan memaksaku
kembali seperti hari-hari dulu
masih ada luka yang entah kapan
bisa sembuh sempurna...
sudah tidak seperti dulu
kita masih bernaung di langit yang sama
menghirup udara yang sama
menikmati hangat matahari yang kemarin itu juga
tapi banyak hal di bawah langit ini
berubah menjadi berbeda
menginvasi pikiran bahkan meracuninya perlahan-lahan
memaksa kita menjadi yang bukan kita (yang dulu)
percayalah, ini tidak hanya sulit bagimu
tapi juga sulit bagiku
namun untuk kembali ke hari-hari kemarin itu
aku sungguh tak lagi mampu atau mau
luka yang ada belum lagi kering
bagaimana bisa aku mudah melupa?
percayalah, ini tidak hanya sulit bagimu
tapi juga bagiku
namun cepat atau lambat kita akan terbiasa
meski tetap saja sulit menerima
semua ada jenjang masanya; kita tahu ini, kan?
meski pendek, hari yang kita bagi bersama itu pernah ada
dan aku tak menyesalinya
hanya (sekali lagi) jangan memaksaku
kembali seperti hari-hari dulu
masih ada luka yang entah kapan
bisa sembuh sempurna...
Lingkar-Lingkar Warna
Lingkar-lingkar warna
merenda tepian langit hari ini
adakah kamu menyadari perubahan itu?
atau mendengar doa-doa yang disulam di sana?
dan menyukainya?
merenda tepian langit hari ini
adakah kamu menyadari perubahan itu?
atau mendengar doa-doa yang disulam di sana?
dan menyukainya?
Saturday, June 04, 2011
Salah Langkah?
Seperti matahari yang sembunyi
di balik awan hitam
saat petir mengigau
Adakah matahari alpa
bahwa di antara awan-awan itu
bersarang petir yang siap terjaga
(Ataukah semata
matahari tak punya daya ke mana suka:
mereka toh berbagi langit yang sama?)
di balik awan hitam
saat petir mengigau
Adakah matahari alpa
bahwa di antara awan-awan itu
bersarang petir yang siap terjaga
(Ataukah semata
matahari tak punya daya ke mana suka:
mereka toh berbagi langit yang sama?)
Lepas
Jadi hanya sebatas itu saja
simpul yang kupikir kuat terikat;
entah di mana jalinannya lepas,
besar kemungkinan tak pernah terjalin
Bahkan jaring laba-laba saja
bisa saling silang mengikat kuat
menangkapi serangga, menjaring hujan,
lalu memantulkan pelangi
saat percikan matahari jatuh di atasnya
entah di mana jalinannya lepas
besar kemungkinan memang tak pernah ada
dan aku terpana
simpul itu lebih rapuh dari sarang laba-laba...
*Photo is taken from here.
simpul yang kupikir kuat terikat;
entah di mana jalinannya lepas,
besar kemungkinan tak pernah terjalin
Bahkan jaring laba-laba saja
bisa saling silang mengikat kuat
menangkapi serangga, menjaring hujan,
lalu memantulkan pelangi
saat percikan matahari jatuh di atasnya
entah di mana jalinannya lepas
besar kemungkinan memang tak pernah ada
dan aku terpana
simpul itu lebih rapuh dari sarang laba-laba...
*Photo is taken from here.
Sunday, May 29, 2011
Penawar Ingat
jika aku mengingat-ingat apa yang sudah lewat
rumpun ketakutan bermekaran di taman pikir
merambat memenuhi sudut-sudut kepala
tapi jika aku tak hendak mengingat-ingat
aku khawatir jadi melupa;
lupa diri hanya akan membawa lebih banyak luka
masih adakah penawar ingat
yang sempat kutelan kemarin itu?
ia membuatku melupa dengan cara yang bijaksana
tanpa ada luka:
agar ringan kepalaku, tenang pikiranku...
rumpun ketakutan bermekaran di taman pikir
merambat memenuhi sudut-sudut kepala
tapi jika aku tak hendak mengingat-ingat
aku khawatir jadi melupa;
lupa diri hanya akan membawa lebih banyak luka
masih adakah penawar ingat
yang sempat kutelan kemarin itu?
ia membuatku melupa dengan cara yang bijaksana
tanpa ada luka:
agar ringan kepalaku, tenang pikiranku...
Adalah Hati
hatinya sebulan yang lalu
adalah ricik air
adalah sejuk
yang rela mengalir di antara kerikil dan pasir
hatinya beberapa minggu kemarin
adalah kosong
adalah hening
yang nyaring berdenting-denting
hatinya beberapa hari ini
adalah riuh
adalah ombak
yang bergulung-gulung mencari pantai;
agar resap di pasir-pasir
adalah ricik air
adalah sejuk
yang rela mengalir di antara kerikil dan pasir
hatinya beberapa minggu kemarin
adalah kosong
adalah hening
yang nyaring berdenting-denting
hatinya beberapa hari ini
adalah riuh
adalah ombak
yang bergulung-gulung mencari pantai;
agar resap di pasir-pasir
Tuesday, May 24, 2011
Tulisan Linglung
Tulisan kali ini, saya mulai tanpa tahu akan menulis apa, apalagi akan bagaimana akhirnya. Hanya ingin menulis. Itu saja.
Baru saja tiba di kostan, sebab tadi lembur di kantor. Pukul 20.36 WIB, waktu yang tertera di layar Nitnet (laptop saya). Oh ya, hari ini dan sebenarnya beberapa hari belakangan ini, saya kadang terpikir atau tepatnya terheran-heran bagaimana saya bisa sampai pada tahap seperti sekarang ini. Banyak hal yang dulu hanya berupa angan-angan, sekarang datang sendiri menghampiri meski tanpa saya usahakan. Dan saya menyukainya. Mungkin memang sedang waktunya seperti ini. Mungkin dulu saya belum siap, maka datangnya sekarang. Dan banyak mungkin-mungkin yang lainnya.
Lalu, suatu saat nanti, masa-masa seperti ini juga akan lewat. Tinggal kenangan. Diganti fase lain yang memang dibutuhkan nantinya...
Dipikir-pikir tak habis pikir, kalian ngerti tak apa yang sedang saya bicarakan? Karena saya sendiri sedikit bingung ini... Mungkin ini salah satu efek samping kebanyakan lembur... :p
Ya sudahlah daripada tambah ngaco, sampai di sini dulu tulisan kali ini...
Baru saja tiba di kostan, sebab tadi lembur di kantor. Pukul 20.36 WIB, waktu yang tertera di layar Nitnet (laptop saya). Oh ya, hari ini dan sebenarnya beberapa hari belakangan ini, saya kadang terpikir atau tepatnya terheran-heran bagaimana saya bisa sampai pada tahap seperti sekarang ini. Banyak hal yang dulu hanya berupa angan-angan, sekarang datang sendiri menghampiri meski tanpa saya usahakan. Dan saya menyukainya. Mungkin memang sedang waktunya seperti ini. Mungkin dulu saya belum siap, maka datangnya sekarang. Dan banyak mungkin-mungkin yang lainnya.
Lalu, suatu saat nanti, masa-masa seperti ini juga akan lewat. Tinggal kenangan. Diganti fase lain yang memang dibutuhkan nantinya...
Dipikir-pikir tak habis pikir, kalian ngerti tak apa yang sedang saya bicarakan? Karena saya sendiri sedikit bingung ini... Mungkin ini salah satu efek samping kebanyakan lembur... :p
Ya sudahlah daripada tambah ngaco, sampai di sini dulu tulisan kali ini...
Tuesday, May 17, 2011
Aku Menyerah, Tapi Bukan Kalah
Aku memang menyerah, tapi bukan kalah.
Aku justru bebas seperti serbuk-serbuk putih
dari bunga yang tak kutahu namanya
yang lincah berlarian menghiasi udara
atau justru mengotorinya
Mungkin kau menikmati memandanginya
dan berusaha menangkapi mereka
saat berdiri di halte menunggui bus kota
yang akan membawamu melintasi keasingan jejalan tua
untuk sekali itu saja; sebab sepertinya tak ada kesempatan kedua
Tapi mungkin juga kau akan terbatuk
jika serbuk-serbuk itu secara tak sengaja tertelan olehmu
saat menghirup dalam-dalam (sambil memejamkan mata)
angin musim semi yang gegas melintas:
agar sejuk meniup hatimu, agar tenang mengusir resahmu.
* teringat memandangi serbuk bunga pada suatu hari di musim semi:
Oberschleem Haltestelle, Billstedt--Hamburg.
Aku justru bebas seperti serbuk-serbuk putih
dari bunga yang tak kutahu namanya
yang lincah berlarian menghiasi udara
atau justru mengotorinya
Mungkin kau menikmati memandanginya
dan berusaha menangkapi mereka
saat berdiri di halte menunggui bus kota
yang akan membawamu melintasi keasingan jejalan tua
untuk sekali itu saja; sebab sepertinya tak ada kesempatan kedua
Tapi mungkin juga kau akan terbatuk
jika serbuk-serbuk itu secara tak sengaja tertelan olehmu
saat menghirup dalam-dalam (sambil memejamkan mata)
angin musim semi yang gegas melintas:
agar sejuk meniup hatimu, agar tenang mengusir resahmu.
* teringat memandangi serbuk bunga pada suatu hari di musim semi:
Oberschleem Haltestelle, Billstedt--Hamburg.
Labels:
Bangku Kenangan,
Jejak Langkah,
Jerman,
Lembar Puisi
Wednesday, May 11, 2011
Bunga Kemarin Itu
Bunga di kebun tetangga kemarin itu,
sekarang sudah tidak ada lagi
percuma kau cari-cari bangkainya;
kelopak-kelopaknya sudah gugur satu persatu
jatuh ditelan liat tanah basah
ia bukan menyerah pada cuaca
atau gentar pada gigil angin malam
bukan juga khianat pada hijau daun-daun;
hanya saja di hari itu,
hujan yang tersengat matahari
telah jatuh di helai-helai kuntumnnya:
ia rekah sempurna
--apalagi yang bisa ia lakukan
selain luruh setelahnya...
* terinspirasi dari komentar Nia, bahwa mekar (bagi bunga) adalah puncak (eksistensinya),
setelahnya adalah mati.
.
sekarang sudah tidak ada lagi
percuma kau cari-cari bangkainya;
kelopak-kelopaknya sudah gugur satu persatu
jatuh ditelan liat tanah basah
ia bukan menyerah pada cuaca
atau gentar pada gigil angin malam
bukan juga khianat pada hijau daun-daun;
hanya saja di hari itu,
hujan yang tersengat matahari
telah jatuh di helai-helai kuntumnnya:
ia rekah sempurna
--apalagi yang bisa ia lakukan
selain luruh setelahnya...
* terinspirasi dari komentar Nia, bahwa mekar (bagi bunga) adalah puncak (eksistensinya),
setelahnya adalah mati.
.
Friday, May 06, 2011
Curhat Dulu Ah...
Saya ingin sekali menulis tentang emosi yang membungkus hati saya belakangan ini. Tapi saya bingung mau menulis apa dan bagaimana untuk menjelaskan sejelas-jelasnya.
Ada rasa syukur dan ada juga rasa takut saat saya ingin menuliskannya.
Saya bersyukur bisa berada pada jenjang emosi seperti sekarang ini. Saya baru menginjaknya beberapa hari belakangan--sejak hari itu. Hari di mana saya menyadari sesuatu, dan memutuskan saat itu juga untuk menerima kesadaran tersebut. Seharusnya kesadaran itu menyakitkan--dan biasanya (sebelum hari itu) selalu menyakitkan. Tapi entah kenapa pada hari itu, ia justru terasa melegakan. Mungkin karena saya sudah lelah merasa sakit hingga sangat bosan, lalu beralih pada rasa lega yang nyaman. Atau mungkin karena hari itu, saya bisa berhasil menerima sepahit-pahit kenyataan, lalu mendapat berkah dipeluk rasa nyaman. Ya, saya sedang merasa sangat nyaman dengan diri saya yang sekarang, dengan kenyataan yang susah payah bisa saya mengerti dan terima. Saya punya firasat, ada hal besar yang lebih berharga dan baik sedang menunggu saya di depan sana. Semoga saja. Amin.
Tentang rasa takut yang tadi saya sebutkan, ah saya tidak tahu apakah baik membicarakannya di sini. Saya takut esok hari, rasa nyaman yang sedang membungkus saya sekarang ini akan hilang begitu saja. Saya yang labil ini takut akan mengalami jatuh terpuruk dan pesimis lagi. Saya takut bahwa firasat saya tentang sesuatu yang baik yang sedang menunggu saya itu sebenarnya hanya angan-angan belaka... Hmm... kalau sudah begini, saya terdengar negatif sekali ya. Jadi, saya hentikan di sini saja tentang poin ketakutan ini.
Intinya, saya sedang nyaman dengan diri sendiri dan apa yang saya punyai. Dan jujur, saya heran saya bisa senyaman ini. Saya melepaskan sesuatu, belajar merelakan, dan kehilangan, tapi saya justru menjadi nyaman. Lega dan ceria!
Saya belum dapat ganti atas kehilangan yang kemarin itu, tapi saya merasa baik-baik saja. Mungkin karena usaha mendapatkan atau memaksakan diri meraih apa yang bukan untuk kita adalah justru lebih menyusahkan.
Aduh ini ngomong apa sih malam-malam begini? Ya sudahlah, sekian dulu.
Ada rasa syukur dan ada juga rasa takut saat saya ingin menuliskannya.
Saya bersyukur bisa berada pada jenjang emosi seperti sekarang ini. Saya baru menginjaknya beberapa hari belakangan--sejak hari itu. Hari di mana saya menyadari sesuatu, dan memutuskan saat itu juga untuk menerima kesadaran tersebut. Seharusnya kesadaran itu menyakitkan--dan biasanya (sebelum hari itu) selalu menyakitkan. Tapi entah kenapa pada hari itu, ia justru terasa melegakan. Mungkin karena saya sudah lelah merasa sakit hingga sangat bosan, lalu beralih pada rasa lega yang nyaman. Atau mungkin karena hari itu, saya bisa berhasil menerima sepahit-pahit kenyataan, lalu mendapat berkah dipeluk rasa nyaman. Ya, saya sedang merasa sangat nyaman dengan diri saya yang sekarang, dengan kenyataan yang susah payah bisa saya mengerti dan terima. Saya punya firasat, ada hal besar yang lebih berharga dan baik sedang menunggu saya di depan sana. Semoga saja. Amin.
Tentang rasa takut yang tadi saya sebutkan, ah saya tidak tahu apakah baik membicarakannya di sini. Saya takut esok hari, rasa nyaman yang sedang membungkus saya sekarang ini akan hilang begitu saja. Saya yang labil ini takut akan mengalami jatuh terpuruk dan pesimis lagi. Saya takut bahwa firasat saya tentang sesuatu yang baik yang sedang menunggu saya itu sebenarnya hanya angan-angan belaka... Hmm... kalau sudah begini, saya terdengar negatif sekali ya. Jadi, saya hentikan di sini saja tentang poin ketakutan ini.
Intinya, saya sedang nyaman dengan diri sendiri dan apa yang saya punyai. Dan jujur, saya heran saya bisa senyaman ini. Saya melepaskan sesuatu, belajar merelakan, dan kehilangan, tapi saya justru menjadi nyaman. Lega dan ceria!
Saya belum dapat ganti atas kehilangan yang kemarin itu, tapi saya merasa baik-baik saja. Mungkin karena usaha mendapatkan atau memaksakan diri meraih apa yang bukan untuk kita adalah justru lebih menyusahkan.
Aduh ini ngomong apa sih malam-malam begini? Ya sudahlah, sekian dulu.
Monday, May 02, 2011
Das Leben ist Schön
Gambar ini diambil dari sini. Gambar aslinya tidak sesenja ini. Thanks to Marwan yang mengeditnya hingga senjanya jadi semerah dan rumputnya jadi sehijau seperti sekarang.
Saat diminta menuliskan sesuatu tentang gambar ini, yang terpikir hanyalah sebuah kalimat dalam bahasa Jerman di atas 'Das Leben ist schön!', yang artinya 'Hidup itu indah!'
Mungkin juga karena mood saya di hari itu (Jumat, 28 April) sedang senang-senangnya, maka hanya terpikir kata-kata ini...
Padahal di hari itu, saya 'melepaskan' dan belajar merelakan sesuatu. Aneh ya? Merasa senang dalam keadaan seperti itu.
Oh ya, jika kalian bertanya-tanya siapa gerangan Marwan ini, ia adalah partner kerja saya. Kami satu tim kerja. Ia adalah layouter untuk buku-buku yang saya edit.
Begitulah. Dan demikian cerita tentang gambar kali ini... :)
Where Am I?
Then, I come to this place
where birds are too lazy to sing
to welcoming morning,
where grasses are not dancing that gayly
in catching the weary wind
Finally, I arrive in this place
where I know not its name
nor its exact site
but here I'm
(don't ask how)
get lost but somehow relieved:
for not hearing the melancholic birds' song
and not seeing gayly but fragile dancing of grasses
and most of all, for not knowing where I am...
Could someone just tell me;
how could that be me?
where birds are too lazy to sing
to welcoming morning,
where grasses are not dancing that gayly
in catching the weary wind
Finally, I arrive in this place
where I know not its name
nor its exact site
but here I'm
(don't ask how)
get lost but somehow relieved:
for not hearing the melancholic birds' song
and not seeing gayly but fragile dancing of grasses
and most of all, for not knowing where I am...
Could someone just tell me;
how could that be me?
Sunday, May 01, 2011
Kelopak Mawar: Di Bening Sungai
Dan di bening sungai yang lincah mengalir:
kelopak-kelopak mawar hanyut ke hilir
Seekor kumbang bising berputar-putar
di atas rumpun mawar yang gemetar!
kelopak-kelopak mawar hanyut ke hilir
Seekor kumbang bising berputar-putar
di atas rumpun mawar yang gemetar!
Mereka Bertemu di Sebuah Titik
Ada yang memutuskan pergi
ada yang merasa ditinggalkan
yang pergi dan yang ditinggalkan
merasa bahagia--
untuk alasan yang direka-reka
tapi mereka juga bersedih
atas alasan yang disangkal habis-habisan
Mereka saling membaca masing-masing rasa--
diam-diam tentu saja
pada kelopak senja yang ligar.
Hingga akhirnya mereka sampai pada sebuah titik,
bukan lagi jeda atau koma!
ada yang merasa ditinggalkan
yang pergi dan yang ditinggalkan
merasa bahagia--
untuk alasan yang direka-reka
tapi mereka juga bersedih
atas alasan yang disangkal habis-habisan
Mereka saling membaca masing-masing rasa--
diam-diam tentu saja
pada kelopak senja yang ligar.
Hingga akhirnya mereka sampai pada sebuah titik,
bukan lagi jeda atau koma!
Saat Sebatang Rumput Menyerah
Saat sebatang rumput di sore yang guncang itu
akhirnya menyerah dalam upayanya menjadi bunga,
ada yang merasa bahagia
padahal terselip luka (di hatinya)--
walapun sedikit, tapi ada...
keesokan paginya, sukacita mengembun di helai rerumputan:
sejuk bagai tiupan angin semi.
luka masih terselip di hatinya (yang mengaku bahagia)
walaupun sedikit, tapi ada...
dan asing kan rasanya?
akhirnya menyerah dalam upayanya menjadi bunga,
ada yang merasa bahagia
padahal terselip luka (di hatinya)--
walapun sedikit, tapi ada...
keesokan paginya, sukacita mengembun di helai rerumputan:
sejuk bagai tiupan angin semi.
luka masih terselip di hatinya (yang mengaku bahagia)
walaupun sedikit, tapi ada...
dan asing kan rasanya?
Wednesday, April 27, 2011
Bicara Tentang Bulan dan Pohon
Catatan:
Posting terbaru ini adalah hasil kolaborasi.
Teks ditulis oleh Neni dan Marwan.
Sumber gambar: shutterstock.com; diedit oleh Marwan.
Bandung, 25 April 2011.
Kita Mungkin Lupa: Isyarat
let's run away to the place
where love first found us...
(Bruno Mars 'Runaway')
kita mungkin lupa
di hari-hari itu semua terasa nyata meski jauh sekali jaraknya
pada masa-masa itu kita saling menemukan dengan mudahnya--
hanya lewat sebuah isyarat
Tapi lihatlah kini,
kita kebingungan; kita mungkin salah atau juga benar
membaca apa gerangan isyarat rintik hujan, angin kencang,
lagu daun-daun atau tarian rerumputan
kita mudah sekali salah membaca arah,
salah melangkah di setapak tujuan
di mana letak hari-hari dulu--
saat sebuah isyarat saja cukup sebagai jawaban
bisakah bersama-sama kita caritemukan
agar kita bisa mengakhiri sebaik-baik perjalanan?
(saat mempertanyakan ini, aku merasa bodoh sekali.
kita tahu sejak dulu: hari-hari itu sudah menjelma debu!)
where love first found us...
(Bruno Mars 'Runaway')
kita mungkin lupa
di hari-hari itu semua terasa nyata meski jauh sekali jaraknya
pada masa-masa itu kita saling menemukan dengan mudahnya--
hanya lewat sebuah isyarat
Tapi lihatlah kini,
kita kebingungan; kita mungkin salah atau juga benar
membaca apa gerangan isyarat rintik hujan, angin kencang,
lagu daun-daun atau tarian rerumputan
kita mudah sekali salah membaca arah,
salah melangkah di setapak tujuan
di mana letak hari-hari dulu--
saat sebuah isyarat saja cukup sebagai jawaban
bisakah bersama-sama kita caritemukan
agar kita bisa mengakhiri sebaik-baik perjalanan?
(saat mempertanyakan ini, aku merasa bodoh sekali.
kita tahu sejak dulu: hari-hari itu sudah menjelma debu!)
Saturday, April 23, 2011
Tschüs :-h
Aku pergi sekarang saja, ya?
ruang ini sudah terlalu sempit untuk kita
agar kau leluasa
agar aku leluasa
membaca dan menyadari
apa yang perlu (masing-masing) kita pahami:
apa pun itu...
da...da...
bye... bye...
tschüs...
:-h
:-h
:-h
ruang ini sudah terlalu sempit untuk kita
agar kau leluasa
agar aku leluasa
membaca dan menyadari
apa yang perlu (masing-masing) kita pahami:
apa pun itu...
da...da...
bye... bye...
tschüs...
:-h
:-h
:-h
picture source from here |
Monday, April 18, 2011
Ada Banyak Lampu
Ada banyak lampu di sepanjang jalan ini
dan bias cahayanya berebutan masuk ke kedua mataku
Rinai gerimis yang tiba-tiba turun
berkilauan tertangkap cahaya lampu:
menjelma butiran pelangi...
Tanpa peringatan, gerimis ingin juga masuk ke mataku
demi mengikuti cahaya lampu...
*pic is from here
Saturday, April 16, 2011
Tuesday, April 12, 2011
Lelah!
Semua ini:
melelahkan sekali, ya Tuhan...
Hal baik apa yang Kau rencanakan terjadi atasku?
hingga harus selelah ini melangkah:
untuk kemudian mundur dan memutar arah
agar aku tidak terlalu sakit terbentur kebuntuan
Rencana baik apa yang Kau rahasiakan terjadi atasku?
hingga harus sesakit ini terjatuh:
tapi tak jera mencoba terus bangkit dan percaya
ada cahaya di ujung jalan ini, atau jalan itu
mungkin juga jalan di ujung sana
Tapi lagi-lagi buntu!
Lagi-lagi memulai langkah baru
terus saja begitu
Saat tengah lelah seperti ini:
jangan manjakan harapku, jangan lambungkan terlalu tinggi
hanya untuk terkhianti lagi
aku khawatir jika itu terjadi:
aku tak lagi berdaya membelok ke lain arah
atau bahkan untuk sekedar percaya
tentang hal-hal sederhana
Bukankah jatuh dari tempat yang terlalu tinggi,
sakitnya sungguh tak terperi?
melelahkan sekali, ya Tuhan...
Hal baik apa yang Kau rencanakan terjadi atasku?
hingga harus selelah ini melangkah:
untuk kemudian mundur dan memutar arah
agar aku tidak terlalu sakit terbentur kebuntuan
Rencana baik apa yang Kau rahasiakan terjadi atasku?
hingga harus sesakit ini terjatuh:
tapi tak jera mencoba terus bangkit dan percaya
ada cahaya di ujung jalan ini, atau jalan itu
mungkin juga jalan di ujung sana
Tapi lagi-lagi buntu!
Lagi-lagi memulai langkah baru
terus saja begitu
Saat tengah lelah seperti ini:
jangan manjakan harapku, jangan lambungkan terlalu tinggi
hanya untuk terkhianti lagi
aku khawatir jika itu terjadi:
aku tak lagi berdaya membelok ke lain arah
atau bahkan untuk sekedar percaya
tentang hal-hal sederhana
Bukankah jatuh dari tempat yang terlalu tinggi,
sakitnya sungguh tak terperi?
Sunday, April 10, 2011
Green is Good for Your Eyes
Saturday, April 09, 2011
Ada Mereka di Antara Kita
ada mereka di antara kita
yang sengaja kita undang bahkan kita paksa datang
sebagai tumbal perasaan
umpan kecemburuan
sampai kapan kita undang mereka di tengah-tengah kita
hanya untuk mengelabui apa yang kita rasa?
yang sengaja kita undang bahkan kita paksa datang
sebagai tumbal perasaan
umpan kecemburuan
sampai kapan kita undang mereka di tengah-tengah kita
hanya untuk mengelabui apa yang kita rasa?
Hatiku Kesemutan
hatiku kesemutan:
saat melihatmu terlalu memaksakan diri
demi menunjukkan padaku
tak ada aku di hatimu...
saat melihatmu terlalu memaksakan diri
demi menunjukkan padaku
tak ada aku di hatimu...
Masih Tentang Rindu
jarak sejauh kemarin itu saja
mampu menghukumku dengan rindu sebegini tegas
sebegini gamang juga memilukan
meski begitu,
aku tak ingin kembali ke tempat di mana jarak ini bermula
aku sungguh rela tersesat di labirin rindu yang sedemikian rumit
sedemikian menyesatkan
tahukah kamu,
kamulah satu-satunya alasanku tetap bertahan di sini
padahal jalur pelangi siap mengantarku ke awan
ke langit-langit tinggi
aku khawatir,
jarak sejauh jalur pelangi akan merampas pelangi di mataku
yang (setelah bertahun-tahun lamanya) baru saja berhasil kumiliki
sejak kita bersama-sama menikmati warna cuaca
menurutmu,
adakah alasan lain yang lebih terpercaya
tentang bagaimana kudapatkan cahaya di mataku
jika bukan karena kau adalah takdirku?
* I owe the picture from here.
mampu menghukumku dengan rindu sebegini tegas
sebegini gamang juga memilukan
meski begitu,
aku tak ingin kembali ke tempat di mana jarak ini bermula
aku sungguh rela tersesat di labirin rindu yang sedemikian rumit
sedemikian menyesatkan
tahukah kamu,
kamulah satu-satunya alasanku tetap bertahan di sini
padahal jalur pelangi siap mengantarku ke awan
ke langit-langit tinggi
aku khawatir,
jarak sejauh jalur pelangi akan merampas pelangi di mataku
yang (setelah bertahun-tahun lamanya) baru saja berhasil kumiliki
sejak kita bersama-sama menikmati warna cuaca
menurutmu,
adakah alasan lain yang lebih terpercaya
tentang bagaimana kudapatkan cahaya di mataku
jika bukan karena kau adalah takdirku?
* I owe the picture from here.
Friday, April 08, 2011
Rindu
Ah, bagaimana bisa begini rindu kamu?
Sedang di dekatmu aku teracuni rindu
Apalagi jauh berhari tak bertemu...
Tuesday, April 05, 2011
Sepotong Senja Palsu
I
aku rindu!
(2011)
IV
Merindukanmu kini adalah semacam kepalsuan:
karena cahayamu terperangkap
pada sebuah kap lampu--
di kamar yang tak menerima debu sebagai tamu;
karena tubuhmu terpancang kuat
di langit yang bukan biru,
bukan ungu!
(5 April 2011)
Ada sepotong senja di kamarku:
terang keemasan, tapi sayang ia palsu...
(25 Juni 2010)
II
(Masih) ada sepotong senja di kamarku
terang keemasan, tapi sayang ia palsu
dan mati beberapa bulan yang lalu...
Aku tak minta ia hidup lagi
sebab perlahan tapi pasti
bilangan jarak akan memisahkan kami...
(4 Sept 2010)
III
Sepotong senja palsu di kamarku (dulu)
yang mati berbulan-bulan yang lalu,
apa kabarmu?yang mati berbulan-bulan yang lalu,
aku rindu!
(2011)
IV
Merindukanmu kini adalah semacam kepalsuan:
karena cahayamu terperangkap
pada sebuah kap lampu--
di kamar yang tak menerima debu sebagai tamu;
karena tubuhmu terpancang kuat
di langit yang bukan biru,
bukan ungu!
(5 April 2011)
Perhatian
Perhatian adalah memberi makan ikan, kucing, atau binatang peliharaan lain tanpa berniat memakan atau menjualnya atau untuk kepentingan komersil lainnya.
Perhatian adalah menemani memandang senja di dermaga, meski tanpa saling bicara.
Perhatian adalah menyisakan makanan untuknya padahal kau masih lapar.
Perhatian adalah memetik bunga untuknya tak peduli kau dikejar-kejar anjing penjaga kebun bunga.
Perhatian adalah sinar matahari kepada bumi setelah hujan. Hangat.
Perhatian adalah mengetahui bahwa ia sedang menyebalkan tapi kau coba mengerti.
Perhatian adalah daun jatuh yang pasrah pada angin menjelang musim gugur.
Perhatian adalah sinar lampu tepi jalan saat langit mendung tanpa bintang.
Catatan:
Ditulis di sesi 10 minutes free-writing dengan tema mendefinisikan kata 'Perhatian' sebanyak-banyaknya.
Cek tulisan teman lain di sini: Cimot dan Ahmad.
Perhatian adalah menemani memandang senja di dermaga, meski tanpa saling bicara.
Perhatian adalah menyisakan makanan untuknya padahal kau masih lapar.
Perhatian adalah memetik bunga untuknya tak peduli kau dikejar-kejar anjing penjaga kebun bunga.
Perhatian adalah sinar matahari kepada bumi setelah hujan. Hangat.
Perhatian adalah mengetahui bahwa ia sedang menyebalkan tapi kau coba mengerti.
Perhatian adalah daun jatuh yang pasrah pada angin menjelang musim gugur.
Perhatian adalah sinar lampu tepi jalan saat langit mendung tanpa bintang.
Catatan:
Ditulis di sesi 10 minutes free-writing dengan tema mendefinisikan kata 'Perhatian' sebanyak-banyaknya.
Cek tulisan teman lain di sini: Cimot dan Ahmad.
Jumbled Colours
Jumbled colours:
I made the plain paper to be chaotic
but jumbled colours corrected it to be perfect.
Dont worry to make a mistake, Neni
since you can correct it with the colour you have... :)
Monday, April 04, 2011
Di Tepi Danau: Daun Gugur, Abu, dan Remah Bunga
Ia melempar daun-daun gugur
yang dipunguti di sepanjang tepian danau
beberapa daun terbang kembali ke tepian;
gagal mencium bening air,
mengukir riak kecil
Ia tiba-tiba teringat
abu di asbak ruang tamu yang belum dibersihkan,
buru-buru ia mencari-cari selembar foto tua
di sakunya
namun hanya menemukan remah bunga
yang ia petik dalam perjalanan ke tempat ini.
Remah bunga kian hancur di genggaman
dilempar jauh ke tenang danau,
diiringi secarik doa dalam hatinya:
agar abu di ruang tamu
diterbangkan angin dan hilang di udara,
hilang dari ruang-ruang pikirannya.
yang dipunguti di sepanjang tepian danau
beberapa daun terbang kembali ke tepian;
gagal mencium bening air,
mengukir riak kecil
Ia tiba-tiba teringat
abu di asbak ruang tamu yang belum dibersihkan,
buru-buru ia mencari-cari selembar foto tua
di sakunya
namun hanya menemukan remah bunga
yang ia petik dalam perjalanan ke tempat ini.
Remah bunga kian hancur di genggaman
dilempar jauh ke tenang danau,
diiringi secarik doa dalam hatinya:
agar abu di ruang tamu
diterbangkan angin dan hilang di udara,
hilang dari ruang-ruang pikirannya.
Catatan:
Tulisan ini ditulis di sesi 10 minutes free-writing yang digagas bersama teman-teman di kantor. Setiap hari kami akan menulis selama sepuluh menit saja, bahkan kurang, sebelum memulai aktifitas. Kadang menulis bebas sebebas-bebasnya tapi kadang ada tema.
Seperti hari ini, sebelum mulai menulis, masing-masing kami harus menuliskan satu kata benda, kata kerja, dan nama sebuah tempat di secarik kertas yang kemudian diundi. Kata yang terpilih sebagai kata-kata yang harus tercantum di tulisan hari ini adalah asbak, melempar, dan danau.
Sunday, April 03, 2011
(Jangan Bilang) Cemburu
kenapa bisa
ia punya hidup demikian sempurna:
segala punya,
semua bisa,
apapun juara
mau apa saja ada,
bahagia senantiasa;
sempurna!
sempurna!
(ah, jangan bilang aku sedang dikepung cemburu;
aku tak suka mendengarnya!)
ia punya hidup demikian sempurna:
segala punya,
semua bisa,
apapun juara
mau apa saja ada,
bahagia senantiasa;
sempurna!
sempurna!
(ah, jangan bilang aku sedang dikepung cemburu;
aku tak suka mendengarnya!)
Doa
Doaku beberapa hari ini:
ingin kamu yang sebelum hari itu,
aku yang sebelum hari itu...
bukankah kita
(sebelum hari itu)
berteman baik?
P.S:
Semoga doa ini tidak terdengar muluk:
di telingamu dan di telinga-Nya...
Amin.
*foto (lagi-lagi) minjem dari sini.
ingin kamu yang sebelum hari itu,
aku yang sebelum hari itu...
bukankah kita
(sebelum hari itu)
berteman baik?
P.S:
Semoga doa ini tidak terdengar muluk:
di telingamu dan di telinga-Nya...
Amin.
*foto (lagi-lagi) minjem dari sini.
Saturday, April 02, 2011
Sekeping Ingin
Aku ingin mengulang lagi rindu itu,
debar, cemburu itu
tapi diri sudah telanjur
lupa jalan setapak
menuju padang, dimana mengalir sebuah sungai
tempat kelopak-kelopak mawar
hanyut tanpa sekeping kabar!
*foto ini juga dapet minjem dari sini nih.
Subscribe to:
Posts (Atom)