Wednesday, April 18, 2012

Perihal Menyimpan

Untuk satu dan lain alasan kita kadang harus "menyimpan". Tapi sampai kapan atau seberapa kuat kita harus menyimpan?

Menyimpan uang untuk membeli barang tertentu atau untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada kebutuhan mendesak di masa datang. Menyimpan makanan di kulkas agar tetap segar. Menyimpan perhiasan hadiah seseorang sebab kita tak ingin benda kenangan tersebut rusak. Menyimpan cokelat oleh-oleh dari negeri yang jauh untuk teman-teman baik. Menyimpan buku-buku di meja untuk dibaca saat bosan atau saat merasa perlu membaca. Menyimpan rahasia untuk satu dan lain alasan, tak peduli bahwa rahasia itu telah juga menjadi rahasia umum. Atau menyimpannya sambil menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkannya, tanpa pernah tahu kapankah saat yang paling tepat itu.

Uang yang disimpan pada akhirnya akan juga digunakan. Makanan yang disimpan di kulkas akan pula dikeluarkan untuk dimasak dan dimakan atau justru membuangnya sebab telah busuk di kulkas sebab lupa. Perhiasan yang disimpan akan juga dipakai saat  suatu hari dengan tanpa alasan kita tiba-tiba merasa harus memakainya sebab itulah gunanya dihadiahkan. Cokelat dari negeri jauh yang disimpan untuk teman--yang sejak kepergian ke negeri jauh itu telah pula menjadi jauh dalam bilangan jarak--terpaksa harus dibuang sebab sadar bahwa cokelat tersebut telanjur kadaluarsa sebelum sempat "diantarkan". Buku-buku yang disimpan dimeja, pada akhirnya akan dibaca, meski kedudukannya sekarang adalah nomor sekian, di mana aktifitas di dunia maya rupanya telah menjajah waktu yang dulunya adalah untuk membaca. Rahasia yang disimpan pada akhirnya akan juga diungkapkan saat ia sudah "matang". Meskipun kematangan tidak menjadikan keadaan lebih baik, tapi setidaknya ia menjadikan proses melepaskan jauh lebih mudah.

Mungkin tidak berlebihan jika kita menyebutkan bahwa waktu yang jadi indikator penting dalam proses menyimpan ini. Waktu yang "mematangkan" semua alasan menyimpan, hingga apa yang kita simpan tidak lagi bisa kita pertahankan. Akan datang saatnya kita harus melepaskan (tidak menyimpan lagi), mau tidak mau, direncanakan atau tidak. 

Dan saat hari itu datang, itulah saat yang tepat. 


Trivia Hari Ini

Sebenarnya tidak ada yang teramat spesial yang terjadi di hari ini. Tapi, saya ingin menuliskannya. 

Pukul 7.57 saya sudah sampai di absensi di kantor, dan ini berarti saya tiba 3 menit lebih awal dari jam kerja yang sudah ditetapkan. On time! Awal yang bagus untuk hari ini. Sudah sempat pula memesan nasi kuning untuk sarapan. 

Sebab Nitnet* tidak dibawa ngantor, saya langsung "turun gunung" dan mengedit powerpoint Fun Learning English 6 begitu selesai sarapan. Istilah "turun gunung" memang biasa kami (teman-teman editor--red.) gunakan saat harus ke lantai bawah dan mengedit di monitor komputer. Ruang editor memang terletak di lantai dua Green House--sebutan untuk gedung yang kami huni dan kami cintai ini. Suasana sudah tidak lagi sama memang. Sepi. Meski penghuninya baru saja bertambah sejak Jumat kemarin, nuansa sepi masih belum pergi.

Sebab tidak bawa Nitnet, dan memang belum mood browsing materi karakter bangsa atau video untuk powerpoint, sebagian besar kegiatan hari ini adalah copy paste icon penunjang powerpoint lengkap dengan menambahkan efek animasi dan hyperlink-nya. Mengedit sampai saatnya makan siang. Sekarang, makan tidak lagi dikantin, melainkan membawa "misting" dan makan di meja kerja. Kebiasaan ini bermula sejak bulan April ini. 

Selesai makan, salat, dan istirahat, saya kembali turun gunung dan lanjut mengedit sampai waktu Asar. Nah, setelah salat Asar, turun gunung lagi tapi sambil bawa novel Gaardner, Dunia Sophie. Lalu ngantuk menyerang. Saya putuskan untuk naik gunung. Mengobrol bersama teman-teman editor, tentang Maemunah dan Moemaneh (pelesetan berbahasa Sunda); tentang Johari dan  pelesetannya (jauh hari); tentang golodok yang saya kira adalah kerupuk, tapi kemudian sadar bahwa yang saya maksud adalah dorokdok.

Ada Ipeh yang hari ini datang ke kantor sebelum istirahat, lalu ada juga Cimot dengan penampilan barunya (berjilbab) yang datang saat sore.

Gosip kemarin masih ramai dibicarakan, tapi saya malas ikut membahas beramai-ramai. Bukan tidak peduli, hanya merasa sedikit tidak enak--entah kenapa atau kepada siapa. 

Beberapa jam menjelang jam pulang kantor, ngantuk rupanya kian gigih menyerang terlebih saat saya membaca Dunia Sophie. Lalu tiba-tiba ingin batagor sepulang kantor. Maka tepat jam 5, berangkatlah ke Buah Batu bersama Teh Nita, tapi jadinya beli bakso malang. Ngobrol sampai magrib, dan hujan tiba-tiba deras. Saat di angkot menuju ke kostan, saya melamun di angkot--bukan tentang saya--tentang orang yang menjadi objek gosip hangat kemarin dan hari ini. Kasihan. Kalaupun memang dia bersalah, tetap saja kasihan. Sesekali berdoa agar hujan reda saat saya harus turun angkot dan berjalan ke kostan. Doa saya terkabul. Ada genangan air di jalan depan gang meski hujan hanya sebentar mengguyur.

Facebooking dan menemukan jejak sinkronisasi dengan seseorang. Tapi tidak mau terlalu dipikirkan. Lalu blogwalking dan menemukan tulisan bertema sinkronisasi. Ini yang paling berkesan, dari kuwacikecil, tentang kisah nyata yang sedih, yang diangkat ke dalam sebuah teater boneka. Lalu disambung dengan cerita sinkronisasi dari salamatahari. Sepertinya saya memang gandrung dengan cerita sinkronisasi macam ini. Maklum, saya pun pernah mengalaminya--sering malah. Tapi yang paling berkesan adalah sewaktu berada di Hamburg, Jerman. Begitu luas dan banyaknya orang asing di Hamburg, siapa sangka kalau  ternyata satu-satunya sahabat baik dari seorang sahabat yang lain (yang juga ke Jerman, tapi tinggal di lain kota) adalah juga teman Ibu angkat tempat saya menumpang selama di sana. Ibu angkat memang sering bercerita tentang teman Indonesia--begitu ia menyebutnya--yang ia kenal saat menjalani studi penyetaraan yang wajib diikuti non Eropa yang ingin kuliah di Eropa. 

Suatu hari, saya bercerita pada Ibu bahwa saya mencari alamat seseorang--yang namanya kebetulan sama dengan nama teman Ibu. Entah pada poin apa, kami tiba pada dugaan bahwa orang yang saya cari adalah teman Indonesia Ibu. Ibu menyuruh saya mengirim email pada sahabatnya yang mungkin adalah sahabat baiknya teman saya, untuk klarifikasi perihal dugaan kami. Saat email dibalas, terbukti bahwa orang yang kami bincangkan di meja makan siang itu adalah memang orang yang sama. Die Welt is klein. Dunia itu kecil! 

Saat menulis ini, di luar hujan deras sekali. Pukul 21.24 tertera di pojok kanan bawah layar Nitnet.



*my netbook.

Monday, April 02, 2012

Tentang Daun #8: Pinky Promise

Pinky promise:
sudah membiru
di jejak waktu yang renyah
dikunyah penantian.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...