Monday, April 06, 2009

Keripik Setan

Entah karena apa, tiba-tiba aku teringat keripik setan saat aku mengingatmu pagi ini. Dan aku jadi membanding-bandingkan dirimu dengan keripik setan terbuas yang pernah kumakan seminggu lalu, yang membuatku sakit perut seharian.

Aku sempat menyesal telah membeli keripik tersebut; yang warna merahnya begitu menggoda, begitu hebat menerbitkan liurku. Tapi kupikir-pikir, jikapun aku tidak membelinya minggu lalu, aku pasti membelinya minggu ini, atau minggu depan, atau bulan depan. Karena aku sudah telanjur tergoda dan tergiur oleh warna merahnya, wangi pedasnya yang samar-samar menyelinap ke hidungku, dan lain sebagainya.

Yah, paling tidak aku tidak penasaran, meskipun aku harus membayar cukup mahal untuk menebus rasa penasaran itu (menahan sakit seharian penuh). Paling tidak aku pernah mencoba, meski untuk itu aku harus memupuk keberanian ekstra tinggi, karena aku tak pernah suka pedas!

 * Sabtu, 28 Feb '09. @ RL Writer's Circle. (Metafora).

Lukisan Pohon

Teduh dan harmonis; inilah kesan pertama yang kutangkap saat aku melihat lukisan pohon di depanku. Tapi saat kupandangi berlama-lama, aku tidak suka pada cabangnya yang menumpuk--rumit dan tidak realis. Terutama satu cabang besar tepat di tengah-tengah. Dan untuk sebuah pohon, daun2nya terbilang sedikit. Untungnya, kesan ini tertutupi oleh latar yang berwarna senada dengan daun: hijau toska! Jenis warna hijau yang kupikir tidak biasa digunakan untuk melukis daun.

Di beberapa bagian, ada daun/bunga berwarna merah bata. Aku tidak suka warna ini ada di sana; seperti noda saja! Tapi, saat kucoba membayangkan lukisan dengan daun yang seluruhnya hijau toska, tentu lukisan ini akan jadi berbeda. Mungkin ia tak akan lagi teduh dan harmonis. Aku sangat suka tentang bagaimana daun-daun itu dibentuk. Kupikir, perlu waktu lama untuk menitik-nitikkan kuas sambil membentuk ratusan pola bunga berkelopak lima: pola yang menyusun dedaunan pada dua pohon yang bersisian, yang jadi objek lukisan tersebut. Mungkin untuk alasan waktu dan tenaga dalam membuat pola titik-titik itulah yang membuat daunnya jadi sedikit.

Oh ya, bukankah hidup kita juga disusun oleh mozaik-mozaik atau titik-titik kecil yang nantinya menemukan polanya sendiri? Dan setiap noda/kesalahan/anomali pada pola atau warna kehidupan adalah mungkin suatu yang diperlukan agar ia menjadi sempurna. Seperti halnya warna merah bata pada lukisan.

Warna kulit kayunya tersusun dari banyak paduan warna. Ada kilasan warna ungu yang memberi efek gelap dan warna abu-abu, juga warna cerah krem. Persis seperti kulit pohon sungguhan. Aku yakin jika kulit pohon hanya dibuat dari satu warna--cokelat tua misalnya--ia akan sangat biasa, sederhana, apa adanya.

Sebuah pola yang tidak berlaku dalam kehidupan. Karena sekecil apapun realitas yang kita temukan setiap harinya, mereka tidak disusun dari suatu konsep apa adanya, melainkan dibuat secara terencana--mungkin kompleks--dan dibuat untuk sebuah alasan, sebuah rencana yang tak mungkin sia-sia!

Sabtu, 7 Maret '09. @RLWriter'sCircle
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...