Monday, September 26, 2011

Kita Bertemu di Sini

Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang waktu yang curang:
sepasang kursi tua, meja kayu,
dan boneka-boneka
kertas di atas meja
adalah kisah yang membiru
seperti bilur
di lekuk-lekuk kaki masalalu

Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang daun yang tak boleh
dipetik rindu
dari dahan tempat burung-burung kecil
berkicauan memanen kenangan
mengunyah ingatan
hingga mual dan kebingungan
memilah mimpi dan kenyataan

Kita bertemu di sini
pada bait-bait puisi
tentang kata-kata yang terik sekaligus sunyi...

Sunday, September 25, 2011

Seperti Balon

kamu sudah seperti balon merah saja
di tangan gadis kecil yang kita temui siang itu
sekali lengah,
angin membawamu lari
jauh ke pangkuan langit biru,
dan tak kembali
tak peduli gadis kecil bersusah hati--
takut kau pecah
atau sesat
di kebiruan yang asing
di langit yang maha tinggi

Sunday, September 11, 2011

Watch Me Bounce Contest: Menang!

Tanggal 7 September kemarin, saya mendapat email dari salah satu editor Watch Me Bounce Contest.
Isinya adalah.... notifikasi bahwa puisi yang saya kirimkan dinobatkan sebagai pemenang. Horeeeee... :D

Berhubung dihubung-hubungkan, tanggal 9 September kemarin adalah hari ultah saya, maka saya menganggap kemenangan ini sebagai salah satu hadiah ultah tahun ini. :)
Hadiahnya memang tidak 'wah', tapi buat saya ini sih alhamdulillah sesuatu banget... *Syahrini syndrome :p



Untuk melihat daftar pemenang semua kategori dalam kontes ini, silakan klik di sini.
Puisinya berjudul The Broken House.


The Broken House
By Neni Iryani

Raspy whisper of wind is still rumbling
through a house fallen into a ruin
one night storm made it rubble–
salient proof of fall.
I now rare to know
if resiliency
will rummage
the broken
house!


Hadiahnya adalah review atau komentar gratis dari editor dan juri lomba sebagai berikut (link-nya klik di sini):


This poem is the clear winner of this contest due to the open-ended appeal that reaches into the lives of many who face tragedy. “The Broken House” can apply to anyone whether what they face is the actual loss of a home due to fire or the metaphorical home of one’s soul. No matter the case, he or she facing destruction often wonder, sometimes with anger, if the house will be rebuilt – if it is rebuilt, will it be what we hope, fall short, or become a palace. To write a poem that reaches everyone can lead to such general language that it seems to speak to no one. “The Broken House” walks a fine line that opens the door for the world to walk in while creating an enjoyable seat indoors to get comfortable. There is a sadness in the poem’s end that whispers of doubt. Reality is a brilliant tool in poetry even if people think dreamscapes don’t need it – often it is essential.
-The Watch Me Bounce Editorial Staff


Selain itu, puisi ini akan di-publish di watchmebounce.com selama satu bulan ke depan.

***

Sedikit sharing tentang perihal penulisan puisi ini, jika dilihat dari bentuk, puisi ini disebut Nonet. Ini adalah nonet pertama yang pernah saya tulis, dalam rangka mengikuti prompt menulis oleh One Stop Poetry.

Nonet adalah puisi yang terdiri dari 9 baris. Baris pertama terdiri dari 9 suku kata (ingat: suku kata, bukan kata!). Baris kedua harus terdiri dari 8 suku kata, baris ketiga memiliki 7 suku kata, dan begitu seterusnya hingga nanti pada baris ke-9 (baris terakhir) hanya ada 1 kata saja. Jika disederhanakan, jumlah suku kata dari baris pertama hingga terakhir adalah: 9-8-7-6-5-4-3-2-1.

Berhubung pemenggalan suku kata dalam Bahasa Inggris sangatlah berbeda dengan pemenggalan dalam Bahasa Indonesia (ya iya lah!) dan saya belum paham pola pemenggalannya, maka saya menulis puisi ini dengan mengandalkan kamus. Saat itu, saya berkutat di bagian huruf 'r'. Maka, jangan heran jika di puisi ini mengandung banyak kata yang dimulai dengan huruf 'r'. Jadi, sekarang kalian tahu, saya mencari-cari kata yang menarik buat saya di bagian huruf 'r', yang kemudian dihitung-hitung jumlah suku katanya, lalu dipadukan dengan kata lain hingga ia bisa punya makna atau maksud, kemudian 'disesuaikan' grammarnya, dsb. agar memenuhi syarat sebagai sebuah Nonet.

Puisi (Nonet) ini, sebelumnya sudah pernah saya publish di blog ini. Beberapa waktu kemudian, saya membaca pengumuman tentang lomba yang diadakan Watchmebounce.com dengan tema resilience. Kebetulan sekali, ada kata resiliency di puisi ini, yang berarti sesuai dengan tema. Maka, tanpa gundah dan ragu, saya langsung mengirimkannya via email. Kurang lebih sebulan kemudian, editor lomba memilihnya sebagai pemenang debut Watch Me Bounce Contest yang mengusung tema utama resilience.


***

Watch Me Bounce adalah online literary magazine berbasis di Kolombia, Amerika Serikat. Pendiri sekaligus Editor-in-chief website ini adalah Rocky Reichman. Ia merintis online magazine ini sejak usianya 15 tahun. Ia kini sedang menimba ilmu di bangku kuliah, mengambil jurusan psikologi. Muda sekali, ya? Nah untuk profil lengkapnya bisa baca di sini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...