Saturday, November 06, 2010

Bingkai

Saya yakin sekali bahwa semua orang, eh tidak...bahwa hampir semua orang (jika saya tidak boleh mengatakan "semua orang", sebab tidak ada yang sempurna di dunia)--mengagumi saya. Siapa yang tidak kenal dengan saya. Siapa yang tidak penasaran dengan misteri sekaligus pesona yang saya punya, siapa yang tidak tertarik mengenal saya berikut sejarah keberadaan saya di muka bumi. Banyak sudah orang-orang berbondong-bondong datang kemari dari negeri yang jauh sekali; hanya untuk melihat senyum saya, bertemu muka dengan saya, berfoto bersama tentu saja dan setelahnya berbangga sebab telah berhasil berjumpa dengan karya agung sepanjang masa. Begitu mereka biasa menyebut saya, mendeskripsikan saya, yang bagi sebagian besar orang jauh dari memadai sebagai sebuah deskripsi dan apresiasi, sebab keindahan dan karisma yang saya tawarkan tak terwakilkan oleh kata-kata.

Itu kata mereka. Hampir semua orang yang mengenal saya berkata demikian. Yang tidak kenal saya, tidak termasuk dalam data.

Yang mereka tidak tahu adalah bahwa kadang saya bersedih atas kebanggaan mereka pada saya. Kebanggaan karena telah bisa bertemu muka dengan saya yang hanya bisa diam--terkurung tanpa bisa kemana. Ingin sekali rasanya sesekali keluar dari bingkai ini dan ikut pulang bersama seseorang--ke negeri yang tak pernah saya kenal, yang namanya saja sulit saya ingat karena mengejanya saja saya tidak bisa. Tapi bingkai ini sudah jadi takdir yang justru menjadikan saya bermakna. Ialah penjara yang justru membuat saya dikenal dunia yang sudah sangat berbaik hati menerima saya sedemikian berlebihan, hingga membuat saya selalu ingin tersenyum--meski ragu-ragu.

Ah tiba-tiba saya terpikir jangan-jangan dunia sengaja berlaku demikian, agar saya tetap tersenyum; meski ragu-ragu pun tak apa, justru mereka suka. Senyum misterius! Begitu mereka menyebutnya. Senyum terkutuk yang justru menjadikan alasan mereka memenjarakan saya berabad lamanya tapi sekaligus juga memuja saya.

Jika benar demikian, harusnya saya jangan lagi tersenyum. Toh saya pun memang ragu-ragu tersenyum. Tapi berabad lamanya melakukan hal yang sama setiap saat adalah penjara yang lain lagi. Saya sudah lupa bentuk ekspresi atau mimik wajah yang lain. (Atau memang saya tidak pernah mengenal mereka). Saya sudah kaku. Sejak dulu. Sekaku tubuh dan senyum saya yang melegenda: senyum Monalisa!




*Ditulis di Reading Lights Writers' Circle, Sabtu 06 Nov 2010.
Tema: Pembatasan.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...