Wednesday, January 28, 2009

Seekor Kupu-kupu dan Gerombolan Semut

Pada suatu perjalanan dari Jakarta menuju Bandung, aku menjadi saksi perjuangan bertahan hidup antara dua makhluk kecil. Saat itu hari pertama long weekend (4 hari). Alhasil, kemacetan tol Cipularang sudahlah suatu kewajaran bahkan keharusan.
Travel yang kutumpangi stuck! Diam di tempat, sama seperti puluhan kendaraan yang menyemut di depan dan di belakang travel.

Dan fenomena ini berakibat pada lahirnya fenomena lain. Aku melihat banyak pria keluar dari mobil, menyingkir ke semak-semak tepi jalan dan membuang hajat di antara rimbun dedaun liar! Sangat banyak! Dari ujung depan maupun ujung belakang, dari sisi kanan maupun kiri jalan. Tapi jangan bayangkan mereka berdiri berjajar, jaraknya berjauhan antara satu pria dan pria lain, dan mereka menyingkir bergantian, tidak serempak. Dan aku yang sejak awal bertekad menikmati perjalanan hari ini harus memalingkan wajah dari pemandangan tersebut, demi menjaga keindahan/ esensi perjalanan. Apa bagusnya menyaksikan punggung laki-laki di semak-semak? Ups..tapi bukan berarti aku ingin melihat bagian depan mereka saat itu, lho.. :-P

Jadilah aku memandangi rerumputan di sisi mobil melalui jendela yang tertutup. Aku melihat seekor kupu-kupu putih yang sedang hinggap di hijau rumput tepian jalan beraspal. Aneh. Tidak biasanya kupu-kupu hinggap berlama-lama di rerumputan, di dekat aspal pula. Lama kuperhatikan, aku merasa ganjil dengan kelincahan si kupu-kupu. Ia mengepak-ngepakkan sayapnya tapi tidak kemana-mana. Hanya sedikit bergeser ke kiri, ke depan, ke kanan, lalu sedikit berputar di tempat itu juga. Mungkinkah sayapnya terluka, tanyaku dalam hati. Kemudian, samar-samar aku melihat sesuatu bergerak di dekat kupu-kupu, di sekitar aspal berbalut pasir. Kutempelkan dahiku ke kaca mobil untuk menyiasati penglihatan. Dan aku melihat segerombol semut merah mengepung si kupu-kupu. Mereka berusaha mencabik sayapnya yang tipis rapuh dan mengoyak tubuhnya yang lunak. Gerakan lincah yang ganjil rupanya bentuk usaha kupu-kupu untuk membebaskan diri dari semut-semut. Dan sepertinya kupu-kupu itu lelah dan mungkin sebentar lagi menyerah, karena kulihat makin lama ia makin tak lincah.

Aku tak tahu apakah kupu-kupu ini sudah terluka atau cacat sayap, saat semut menyerangnya. Atau apakah memang sejak awal semut menyerangnya lebih dulu, lalu berusaha menyantapnya. Jika yang pertama adalah sebab prosesi ini, sungguh tragis nasib kupu-kupu harus berakhir di perut puluhan semut kecil, yang mungkin tidak pernah diketahuinya ada. Jika yang kedua jawabannya, betapa semut sekecil itu bisa berbahaya bagi seekor kupu-kupu yang bersayap, yang badannya puluhan kali lebih besar dari mereka. Kebersamaan gerombolan semut, meneguhkan kekuatan mereka.

Demikianlah aku menjadi saksi pertarungan antara gerombolan semut dan kupu-kupu. Bayangkan, satu gigitan semut merah saja bisa menyusahkan kita, apalagi untuk seekor kupu-kupu, digigit semut beramai-ramai pula.

Aku sempat bertanya-tanya, apakah kupu-kupu ini pernah melakukan kesalahan selama hidupnya hingga berakhir tragis? Atau mungkin semut-semut telah berusaha giat mendapatkan makanan selama berhari-hari dengan tekun dan sabar, hingga akhirnya mereka diganjar seekor kupu-kupu? Atau kupu-kupu pernah berdoa agar ia mati dalam keadaan berguna, dan menjadi makanan semut adalah jalannya?

Apapun itu, aku hanya mencoba percaya... Kejadian ini memang perlu terjadi untuk sebuah alasan atau beberapa alasan yg baik--bagi kupu-kupu, bagi semut-semut, dan bahkan bagi diriku sendiri.

* Renungan Sabtu, 17 Januari 2009.

2 comments:

- said...

Menarik sekali. Namun, saya pikir konsep kanibal hanya berlaku pada mahluk yang memakan mahluk sejenisnya. Kalau semut pada kupu-kupu sepertinya lebih tepat disebut memangsa (cmiiw).

Salam :)

Neni said...

Oh ya ampun...iya ya...

Jadi malu...hehe...

Udah diedit kok, thanks a lot for the comment....

Salam kenal....=)

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...