Thursday, January 29, 2009

Membaca Pikiran Mustafa

Sabtu, 24 Januari 2009.

Hari ini di harian Kompas, aku tak bisa berhenti memandangi sebuah foto lagi dan lagi. Ada seorang anak kecil bernama Mustafa (5) sedang duduk dalam posisi jongkok dengan latar belakang reruntuhan bangunan. Gaza-Palestina nama tempat ia berada. Dan reruntuhan tersebut adalah rumahnya yang terkena bom pada tanggal 27 Desember 2008. Foto Mustafa diambil pada hari Jumat, 23 Januari 2009.

Seperti yang terlihat di foto, tatapan mata Mustafa kosong. Tangan kanannya memegangi paha kanan, sementara tangan kirinya, dengan keempat jari terkepal, menutup bibirnya. Sedangkan jempolnya berkhianat dari keempat jari lain saat ia memutuskan menekan pipi Mustafa.

Melihat ekspresi Mustafa, aku seolah tersihir. Tak bisa berpaling dari memandangi wajah polosnya untuk waktu yang cukup lama. Dengan tatapan kosong, dan jari-jari yang membekap mulutnya, gaya melamun Mustafa tampak seperti gaya melamun seorang dewasa. Aku tiba-tiba jadi sangat penasaran, kira-kira gerangan apa yang sedang dipikirkan anak sekecil ini, yang duduk di antara reruntuhan rumahnya.

Dan aku mendadak kehilangan kemampuan mengira-ngira... Aku tak punya ide meski hanya untuk mengira-ngira... Atau aku tak tega atau tak berani mengira-ngira pikiran anak ini.

Semakin aku mencoba mengira-ngira, semakin mataku berkaca-kaca.

Akhirnya kuputuskan menyerah. Aku hanya bisa berdoa semoga Mustafa masih percaya pada kekuatan doa dan masih menjaga mimpi kanak-kanak yang semoga tak senasib dengan rumahnya. Agar ia masih bisa berdiri menyambut esok hari (meski tak pasti).

Bukankah doa dan mimpi (yang bisa menjadi motor sebuah atau serangkaian aksi) bisa menembus batas-batas kemustahilan, menghancurkan dinding penghalang, melesat melampaui kenyataan (yang dikenal orang kebanyakan), atau (khusus untuk Mustafa) mungkin mimpi bisa sekedar membuatnya percaya bahwa esok yang lebih baik pastilah ada.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...