Sunday, March 02, 2014

Haiiihhh

Siapa sangka, pagi ini Facebook memberi saya sebuah kesadaran!

Dari media social paling banyak dihuni umat dunia ini, saya bisa melihat perkembangan, kabar, cerita teman-teman yang kini jaraknya sudah jauh sekali. Melihat postingan beberapa teman tentang kabar mereka, karya atau prestasi mereka sekecil apa pun itu, saya merasa ketinggalan!

Kemana saja saya selama ini? Saat orang lain masih terus mengejar mimpi, berkarya, mencipta, saya kemana atau di mana?

Duuh ini nih yang dinamakan serangan need for achievement. Saya ingin kembali berkarya. Tapi ngapain?!

PR besar.

Friday, February 28, 2014

Yang Berubah dari Bandung

Jangan terlalu serius. Tentu saja tulisan ini tulisan ringan yang sifatnya subjektif di sana-sini sodara-sodara, apalagi mengingat ditulis oleh saya berdasarkan pengamatan sekilas saat berkesempatan kembali mengunjungi Bandung pada awal Februari lalu (tepatnya pada 6-9 Februari 2014). 

Time flies
Ga kerasa udah sekitar 3 bulan saya meninggalkan kota yang pernah 'membesarkan' saya ini dan kota yang membuat saya jatuh cinta padanya sejak kunjungan pertama berpuluh tahun lalu. 

Dan pada kesempatan kunjungan kali ini, tentu saja ada beberapa perubahan yang terasa, baik secara fisik atau non-fisik. Nah loh? Perubahan fisik jelas terlihat dari tampilan Bandung dan sangat mungkin dirasakan oleh orang lain. Tapi perubahan non-fisik (saya ga tau istilah yang lebih tepatnya) mungkin akan sangat personal.

Saya berkesempatan lagi merasakan udara Bandung yang terasa dingin menggigiti kulit. Saya merasa betapa cepat saya melupakan aroma cuaca Bandung. Tapi sayangnya saya ga sempat ketemu banyak teman-teman, kecuali seorang teman baik sejak masa kuliah, Eva namanya. 

Saya mau jujur, salah satu alasan utama saya ke Bandung adalah karena saya sangat ingiiiin sekali sungguh benar-benar berjalan bergandengan tangan bersama Hubby tercinta di sepanjang jalan Braga, di bawah payung warna-warni yang 'digantung' di langit.  Setiap Sabtu malam, Braga Culinary Night Festival, adalah salah satu perubahan yang terjadi di Kota Bandung yang digagas sendiri oleh walikota kebanggaan, Ridwan Kamil. 

Dan kenapa saya begitu ingin jalan di sana? Pasalnya saya pernah melihat sebuah foto di FB yang bergambar payung warna-warni 'digantung' di antara dua gedung bergaya klasik di antah berantah di luar negeri sana. Di luar negeri! Dan saya bermimpi bisa jalan di sepanjang jalan itu bersama seseorang. Nah, ketika ternyata payung semacam ini hadir di Bandung, apa salah jika saya berpikir inilah momen untuk mewujudkan mimpi saya. Walaupun payungnya ga sepenuh dan sebanyak luar negeri. *fiuh


Tapi keinginan ini sepertinya belum boleh terwujud. Mendengar kabar Braga sangat padat setiap kali payung-payung tersebut 'digantung' di langit dan mengingat hubby ingin makan menu favoritnya di salah satu cafe, jadwal ke Braga gagal. Tapi saya ga sedih, nyatanya bukan tempatnya, tapi bersama siapa yang lebih penting kan? hihii... :p

Perubahan lain yang juga digagas oleh sang arsitek kenamaan ini adalah taman-taman di Bandung. Saya pernah menulis artikel news tentang rencana Ridwan Kamil untuk menjadikan sekira 100 lebih taman kota di Bandung menjadi taman tematik. Selain bertema, taman-taman akan diberi label/nama, dirapikan, ditambah fasilitasnya (bahkan kabarnya akan ada toilet umum di taman). Waktu itu taman pertama yang 'dirapikan' adalah Taman Cempaka. Taman ini bertema fotografi dan simbol yang terdapat di sana adalah huruf 'C', untuk 'camera'--media super penting dalam ranah fotografi. 

Dan saya sengaja meminta hubby lewat sana sehabis mengunjungi Gasibu di hari Minggu pagi. Fotografi bisa dinikmati di taman ini. Ide yang unik ya? Biasanya foto dipajang dan dipamerkan di ruangan tertutup, lah ini di taman terbuka. Ada banyak foto yang dipajang rapi di media khusus di salah satu sisi taman. Saya tidak turun, tidak sempat ambil foto. Terakhir dulu, saya baru melihat bangku taman, ayunan, dan mainan lain di taman ini dicat dengan warna cerah.

Taman ini punya tempat khusus di hati; saya pernah sengaja mengunjunginya pada suatu sore bersama Nia, Andika, Marti--jalan kaki dari rumah Nia. Serasa menjadi anak kecil lagi saat main ayunan dan minta teman mengayunkan atau menahan ayunan agar berhenti, lalu jerit-jerit saat ayunan terlalu tinggi. Dan foto-foto narsis tentunya tak lupa.

Foto gadis-gadis ini diambil oleh Andika

Selain Taman Cempaka, sudah ada banyak taman lain yang dipercantik. Tapi sayang, saya belum berkesempatan ninggalin jejak kaki di sana. 

Gasibu juga sudah berbeda ya. Entah sejak kapan, mungkin sudah lama hanya saya baru tau karena memang jarang ke sana. Pagi-pagi sekali kami memutuskan ke Gasibu, dengan misi utama mencari sarapan. Lalu sekalian menemani suami belanja (Loh kok kebalik yah? hehe...kidding... :p). 

Lapangan gasibu bersih dari penjual pasar kaget, dan khusus untuk mereka yang ingin berolahraga. Jadi lahan lapak para pedagang yang direlokasi ke sepanjang jalan sekitaran. 

Kemacetan di Gasibu sini masih belum berubah ternyata sodara-sodara. Dan keberadaan pengamen (yang saya sering sebel dengernya ngamen sambil ceramah saklek) masih juga bercokol di perempatan lampu merah Binong adalah hal kecil lain yang belum berubah di Bandung. *penting!

**

Oh ya, dalam perjalanan menuju Bandung, Bandung terasa kian 'jauh'. Jauh dalam bilangan jarak sudah pasti, tapi jauh yang ini rasanya asing. Mungkin karena Bandung sudah bukan lagi tempat saya berdomisili, bekerja, nongkrong bareng saat weekend bersama sahabat, dan tempat pulang kedua setelah rumah ortu di Lampung. Bandung cukuplah kini menjadi kota kenangan dan dikunjungi sesekali saja.  

Saat memasuki kamar kost, perasaan asing lain datang. Ini lebay ga ya terdengarnya di telinga kalian? hehhe....Yang jelas, saat hidup membuat kalian harus memilih dan atau mengambil keputusan besar, manuver tak pelak harus dijalani sepaket dengan segala risiko dan harapan baru. Tentu saja, manuver ini akan membawa banyak perubahan dan banyak 'sensasi'. Hihii...

Meski saya mencintai Kota Kembang ini, saya--pada akhirnya, tanpa pernah saya duga jalannya--memutuskan meninggalkannya dengan sukarela dan sukahati dan tanpa dendam tentu saja. 

Ada cinta yang lain, yang menarik saya untuk kembali ke kampung halaman. ;)

Thursday, August 15, 2013

Review N-Ach Project

Well, ini mungkin agak terlambat. Berhubung kemarin libur Lebaran saya pulang tanpa bawa laptop dan hanya modal smartphone yang kurang asyik untuk ketik panjang, jadi baru bisa me-review project untuk diri sendiri kemarin.

N-Ach Project digadangkan selama 2 minggu, dari total waktu yang ditentukan ada 3 kali saya alpa posting. Jadi, bisa dibilang proyek ini gagal (jika dilihat dari konsistensi terhadap janji). Tapi, untuk hal lain, misal dalam hal niat atau usaha untuk memenuhi target, hasilnya tidak terlalu buruk. Saya jadi lumayan produktif atau terpaksa produktif demi memenuhi janji pada diri sendiri. 

Nah, dalam hal kualitas tulisan... oke saya mengaku, beberapa tulisan lahir karena dipaksa. Dan yang namanya terpaksa, kadang hasilnya ya maksa. Beberapa tulisan hadir sekedar hadir sebagai penggugur kewajiban. Tanpa ruh, tanpa isi. Tapi untungnya tidak semua tulisan. Semoga, hehehe.... 

Beberapa tulisan panjang memang terkesan sangat personal dan berani. Berani dalam artian saya mengungkapkan perasaan di media publik seberani itu. Terus terang untuk orang yang melankolis dan tertutup seperti saya (melabeli diri sendiri), hal tersebut kadang memalukan. Makanya saya lebih suka menulis puisi karena tidak harus gamblang menggambarkan keadaan. Tapi tetap saja, emosi dari tulisan bisa terbaca oleh orang lain--meski bisa saja mereka salah interpretasi. 

Dan mungkin tulisan personal seperti itu, bagi sebagian orang, memalukan dan tidak penting. Karena katanya, hal-hal pribadi hendaknya tidak dibagi apalagi di publikasi. Entahlah. 

Mungkin ini ada pengaruh dari bacaan yang saya baca belakangan, intinya tentang mengakui perasaan sendiri, mengenalinya, dan menerima. Saya jadi lebih santai membuka diri, menyatakan emosi. Saya tidak tahu apakah pemahaman saya akibat membaca bacaan tersebut yang kemudian turut mempengaruhi kondisi psikologi saya ada dalam kadar dan aplikasi yang benar, tapi yang pasti saya lebih nyaman. Nyaman terhadap adanya diri saya sebagai pribadi--seada-adanya saya. 

N-Ach project: A desire to be effective or challenged sangat membantu saya untuk kembali produktif nge-blog. Sejak Agustus tahun 2012 lalu, blog ini nyaris tidak diisi. Pemiliknya mengalami disorientasi atau tiba-tiba lupa bagaimana cara menulis puisi. Cerpen apalagi---entah sejak kapan saya kehilangan kemampuan menulis fiksi. 

Dipikir-pikir, tulisan review ini berubah jadi curcol. Penyakit deh! Hehehee... 

Intinya, project kemarin ini yang membawa saya kembali "berpikir" untuk membuat blog lilalily yang tahun ini berusia 5 tahun tetap "bersuara". Dan proses kreatif dalam menulis blog pribadi seharusnya menjadi kegiatan menyenangkan, karena kontennya tidak harus yang berat, tapi lebih personal dan dekat. Kadang-kadang, kegiatan menulis terhambat karena merasa takut tulisan yang dibagi tidak penting. Padahal, selama tidak menyalahi hak asasi atau melukai orang lain, apa salahnya? Toh, judulnya juga blog pribadi. -->> (Ini lebih merupakan pesan untuk diri sendiri, hehhee... !)

Happy blogging... :)







Wednesday, August 14, 2013

Bandung, Here I Come

Di tangan kanan bergantung tas warna pink berisi penuh pakaian, sementara di tangan kiri ada tas berwarna maroon campur krem berisi penuh oleh-oleh; saya siap berangkat ke Bandung. Tak lupa, tas kecil cokelat diselempangkan di bahu.

Papah saya yang mengantar ke tempat angkot warna kuning ngetem, tujuan Bakauheni. Saya duduk di depan, di samping supir yang sibuk menyetir. Perjalanan terasa garing hingga sampai didaerah Blambangan, seorang lelaki dengan logat Lampung yang kental yang ternyata teman si supir ikut naik. Nah, sejak laki-laki ini naik, ia duduk di belakang supir dan tak henti bicara. Bicara dengan bahasa Lampung. Setidaknya ada suara yang mengusik telinga. Musik di mobil tidak dihidupkan, dan ini menjadi masalah bagi pria Lampung yang satu itu. "Adu kelot mawat penumpang, musik mak diukhion muneh...," ujarnya. Sang supir menjawab santai tapi tidak mengikuti permintaannya yang ingin musik di mobil diperdengarkan.

Banyak yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan, apalagi saat mobil harus terpaksa menyusul penumpang langsung ke rumah mereka. Ada-ada saja celetukan lelaki tersebut yang mengundang senyum. Si supir bahkan bilang (dalam bahasa Lampung), "Ga kebayang saya kalo kamu tua nanti cerewetnya kayak apa." Si laki-laki malah tertawa dan tetap banyak bicara. Sampai akhirnya dia membuat saya dan beberapa penumpang terbahak. Duh, susah payah saya nahan diri untuk berhenti tertawa. 


Ceritanya ada seorang ibu yang naik angkot ini, diantar oleh seorang perempuan dan anak kecil. Begitu si ibu naik, si anak nangis sambil lari menjauh. Dan ini adalah jalan trans sumatra yang banyak mobil ngebut. Saya sempet khawatir juga liat tuh anak kalau-kalau lari ke tengah jalan. Terlebih lagi perempuan yang bersama si anak. Dia lari mengejar tapi ragu karena mungkin takut justru membuat si anak lari lebih jauh. 

Melihat hal tersebut, laki-laki cerewet tak tinggal diam. Dengan logat Lampung yang kental dia berseru, "Jangan bunuh diriii, kamu... susah buatnya...." 

Saya dan beberapa penumpang kontan terbahak. Untungnya si anak sudah digandeng perempuan yang bersamanya. Tapi tak cukup berkata begitu, lelaki cerewet ini menambahkan, "Udah jangan nangis, mak kamu mau berangkat dulu."


Kok ya kepikiran bicara dengan nada bercanda begitu sama anak kecil saat orang lain khawatir liat tuh anak lari-lari sambil nangis di pinggir jalan raya.


Hehehee begitu ceritanya. Saya mengetik postingan ini di kapal ferri Dharma Kencana IX, di depan ada live musik oleh biduan bergaun mini warna fuschia dengan ikat pinggang besar warna hitam yang bagi saya dipasang ketinggian (di atas pinggang). Well, mungkin memang model pakaiannya seperti itu kali ya. Untung suaranya lumayan jadi ga mengganggu telinga.

Demikian cerita perjalanan yang biasa saja ini. Neni melaporkan dari Selat Sunda... :)


P.S: Kapal sebentar lagi sandar di Pelabuhan Merak. Arus balik ramai lancar. Penumpang kapal masih ramai tapi tidak terlalu padat.


Tuesday, August 06, 2013

N-Ach #12: Tentang E-Book

Ssssstttt....Saya sedang menyelesaikan sebuah bacaan. Dari sebuah e-book. Tapi isinya gas bisa saya ceritakan semua di sini. Yang pasti setelah saya membaca petunjuk di buku tersebut dan lalu belajar menerapkan ilmunya, percaya atau tidak.... it works!

Kadang-kadang kita memang perlu belajar dari pengalaman orang lain untuk lebih bisa memahami keadaan yang  sedang kita hadapi. Atau kadang-kadang kita lebih bisa memaknai sesuatu setelah kita mengetahuinya dari kacamata orang lain.

Hasil yang saya peroleh memang belum maksimal. Jalan masih panjang. Tapi dengan adanya buku ini perjalanan jadi lebih mudah dan menyenangkan! :)

Doakan saya agar berhasil dan selamat sampai tujuan....

Monday, August 05, 2013

N-Ach #11: Di Lengkung Hati


Karena pelangi yang melengkung busur
di ujung cakrawala sore itu
selalu tahu:
ada mejikuhibiniu
di lengkung hatimu




N-Ach #10: Jatuh

Jika pun suatu hari nanti
takdir tidak berpihak pada kita,
aku tegaskan dari sekarang:
ya, aku pernah sangat jatuh cinta padamu
dan sungguh tak ingin menyesalinya--
pengalaman jatuh yang satu itu.

Saturday, August 03, 2013

N-Ach #9: Ragu di Ruang Tunggu

Ada ragu yang menunggu
di ruang tunggu
tak perlu kau jemput ia
atau kau tanya mengapa;
ia hanya duduk sementara di sana
sebelum waktu mengajaknya bicara
tentang apa yang kini masih rahasia

Thursday, August 01, 2013

N-Ach #8: You Are What You Think!

Well, saya absen posting lagi kemarin, hehehe.... Tapi maaf kan saya, hari ini saya akan posting tentang suatu hal yang baik untuk kita semua. 


You are what you think!--adalah motto yang sering saya pakai ketika harus menulis kolom motto di personal data FB misalnya, di formulir-formulir pendaftaran yang meminta menuliskan motto.

Kenapa? Karena saya adalah tipe orang yang kadang lebih memilih memikirkan dampak negatif dari suatu aksi atau kejadian dari pada berpikir positif. Karena saya tipe orang yang berhati-hati--takut melakukan kesalahan. Dan selain itu, hal ini muncul sepertinya akibat rasa kurang PD yang ada pada saya. Jangan ditiru. 

Saya sungguh berjuang untuk jadi orang yang lebih positif atau setidaknya PD. Kasian ya? Saat orang lain bisa berjalan dengan nyaman dengan segala yang ada di dirinya, saya (apalagi saya yang dulu) kesulitan berpikir bagaimana caranya berjalan di depan orang lain agar tampak nyaman, karena saya tidak nyaman. 

Sekarang sudah berkurang. Tapi kadang-kadang, ketika ada di lingkungan baru yang saya kurang nyaman, penyakit ini mucul. 

Hanya jangan aneh jika suatu waktu melihat saya sangat bersemangat atau PD. Itu berarti saya sedang sangat nyaman, baik dengan diri saya, lingkungan, orang-orang di sekitar saya. Well, memang kenyamanan harus kita sendiri yang menciptakan. Mengingat motto ini adalah salah satu bentuk usaha nyata untuk itu. 

Saya mengingat-ingat motto itu agar menjadi semacam pengingat diri bahwa mind over body! Saya sudah membuktikannya beberapa kali. Bahwa kekuatan pikiran bisa membantu kita mengubah atau menguasai keadaan. Misal, saat sedih, katakan pada diri sendiri bahwa kalian bahagia dengan sungguh-sungguh dan mempercayai perkataan itu, maka kalian pun akan seketika merasa bahagia atau paling tidak lebih rileks. Teorinya memang semudah itu, dan memang mudah dan tidak ada salahnya dicoba sesekali. 

Nah, hari ini saya mendapat email dari sebuah program energy healing. Saya berlangganan email mereka tapi tidak pernah terlibat. Email-emailnya hanya saya buka saja agar semua terbaca tanpa saya membaca kontennya. Tapi hari ini, email tersebut berkata bahwa saya tidak pernah memberi komentar apapun tentang email yang mereka kirim dan mereka memberi saya apa yang berjudul 3-Day Fear Cleanse

Setelah saya baca, konsepnya sama dengan apa yang diusung oleh motto saya tersebut di atas. Berikut langkah-langkahnya langsung saya copas (tapi ada yang dikurang-kurangin):

3-Day Fear Cleanse

First thing: Make sure you do this in the evening, preferably before bed - because what we're going to do here is reflect on the day that just went by. Find a quiet place with no distractions. Maybe you could sit in your bedroom for a while. Get seated comfortably. Take 3 deep breaths, try and clear your mind.


Step 1
Think of a moment in the day where you feel a subconscious fear may have been blocking your abundance. Maybe it was a conversation you had at work. Maybe it was when you were buying something in a store. Maybe it was just a random thought you had that made you feel poor or unworthy.

Write down the feeling you were experiencing in that moment. 
For example: I didn't call back that potential client because I figured he wouldn't like me anyway. Or, I was nervous to check my bank account because I was afraid there wouldn't be enough money in it.

Step 2
Create a Target Statement, which you do by first rephrasing your earlier statement.
For example, if your earlier statement was: I was nervous to check my bank account because I was afraid there wouldn't be enough money in it...

Then you would rephrase it to: Even though I'm nervous to check my bank account because I'm afraid there won't be enough money in it, I deeply and profoundly love and accept myself anyway.

Step 3
Tap on it. Start Tapping on the meridian points on your face and body while focusing on the emotional resistance to access and eliminate the emotional or energetic resistance that is blocking you.

Step 4
Convert the negative target statement into a positive one, and start Tapping again.
Using the earlier example, the negative statement was: I was nervous to check my bank account because I was afraid there wouldn't be enough money in it...

And when you convert that into a positive statement, it would be: I'm confident to check my bank account and my finances, because I am abundant and I have more than enough.

Start Tapping on this statement, and while you're doing it add other positive uplifting affirmations and suggestions that will help raise your vibrations and get you into a receptive energetic state.
Sample Positive affirmations:
I am financially abundant.
I am confident about my finances.
I manifest wealth every day.

If you find yourself annoyed or frustrated with these statements, or if they don't yet feel real, this is likely because the subconscious fear is still lodged in your energetic core - which means you need to again Tap on the earlier negative statements.

I hope you enjoyed that exercise! If you want to make Tapping a daily habit and be more aware of the fears holding you back, remember to commit to the 3-Day Fear Cleanse. Just do this exercise once every evening for at least 3 days, and see how much more mindful and conscious it makes you feel about your thoughts, your fears and your actions. 

***


Untuk gampangnya, berikut form pelatihan sistem ini dan keterangan apa yang dimaksud dengan tapping dalam hal ini dan dimana letak titik yang yang harus di-tapping



Coba deh dan buktikan bagaiman metode ini bekerja untuk kalian. Kalau tidak cocok, ya jangan dipaksakan. Tapi jangan juga dihina, metode ini berhasil untuk banyak orang. 

Tuesday, July 30, 2013

N-Ach #7: Tentang Kebohongan

Kamu pikir kebohongan akan bisa menyelamatkanmu?

Mungkin. Sangat bisa.
Tapi percayalah hanya untuk sementara.
Lagi pula apa yang diharapkan dari hidup dalam kebohongan--sehebat apa pun ia?
Tidak ada.

Yang ada hanya rasa lelah harus mengarang cerita.
Rasa malu saat cerita yang diulang tidak sama.
Rasa bersalah di sudut hati nurani.
Akui saja.
Tak ada ketenangan dalam kebohongan.

Kau mungkin tertawa atas keberhasilan membohongi orang lain.
Mungkin juga mendapat keuntungan.
Tapi kau akan merasa jengah terhadap diri sendiri.
Akui saja.
Tak ada yang menyenangkan dari sebuah kebohongan.




Monday, July 29, 2013

N-Ach #6: Esensi Menerima

Sebelumnya saya ingin mengaku, kemarin saya tidak bisa memenuhi janji pada diri sendiri untuk posting blog tiap hari berturut-turut selama 2 minggu. Alasannya saya kecapean karena event di hari Sabtu dan kemarin saya habiskan waktu hampir di kasur seharian--tidur dan menikmati rasa pegal di sekujur badan. 

Tapi saya tidak merasa saya telah gagal. Saya memaafkan diri saya untuk ini, semoga tidak terulang lagi. :)


Ya sudah, hari ini saya ingin curhat. Boleh ya? Kalau tidak suka tentang tema ini, jangan lanjutkan membaca. Karena ini akan sangat personal; sebagian orang mungkin tidak nyaman dengannya. Mungkin. 

Hari ini saya ingin cerita tentang apa yang tengah saya rasakan beberapa hari belakangan. Saya merasa lega. Nyaman dengan diri saya dan kenyataan yang ada pada saya. Dan perasaan seperti ini sungguh menyenangkan. Tidak ada tuntutan, tidak ada ultimatum, tidak ada usaha yang muluk-muluk, tidak ada drama, sedih dan rasa takut lagi--yang ada hanya perasaan tenang dan menerima. 

Saya menerima bahwa tidak semua hal bisa berjalan sesuai keinginan saya. Tidak semua hal bisa saya raih. Tidak selamanya saya bisa mendapatkan segala yang saya inginkan. Meski begitu saya masih bisa tetap hidup dan bahagia. :)

Satu tahapan kehidupan sudah saya lewati--tahapan yang membuat saya menjadi orang lain tanpa saya sadari, menyangkal batasan yang selama ini saya pegang hanya karena merasa mungkin hal itu bisa mengubah keadaan, menginginkan impian yang  sebenarnya bukan impian saya sendiri, memaksakan diri berjuang untuk hal yang sepertinya tidak butuh diperjuangkan lagi; menjadi lemah dan kecil hati.

Cukup untuk semua itu.

Saya kini sampai pada keadaan saya yang apa adanya saya: yang tidak perlu lagi merasa takut kehilangan (karena saya sudah menerima bahwa saya tidak pernah memiliki); tidak perlu merasa terhina karena penolakan sebab saya sudah berhenti meminta; tidak perlu lagi mempertanyakan banyak hal karena saya sudah menerima kenyataan yang ada di depan mata; tidak perlu lagi berharap dan lalu kecewa sendiri; tidak perlu menyalahkan orang lain karena orang lain pun punya alasan dan motif sendiri atas tindakan mereka dan itu bukan urusan saya; tidak perlu juga merasa menyesal atas semua kesalahan yang pernah saya lakukan. 

Saya menerima semuanya (dan semoga bisa mengambil banyak pelajaran).



Untuk sampai pada tahap ini, memang tidak mudah saudara-saudara. Waktu memang punya cara sendiri untuk menunjukkan pada kita apa yang benar-benar penting atau tidak, termasuk juga untuk mengobati banyak hal. 



Saturday, July 27, 2013

N-Ach #5: Senja Mediterania

Baru pulang workshop yang diadain di kantor "Dari Timur Matahari" bareng Marischka Prudence dan Barry Kusuma. Dari pembicaranya jelas ini workshop tentang travel blogging dan travel photo blogging.

Dan hampir lupa belum posting hari ini. Saya ingin share foto aja, ya.... Tidak nyambung dengan pembukaan sih. Ini dia fotonya:

kaki saya yang paling kanan, yang kiri adalah kaki seorang anak kecil

Foto tersebut diambil pada musim panas 2010, tepatnya dalam tur naik kapal dari Köycegis-Dalyan-Turtle Beach di Turki. Senja Mediterania keren... Matahari terbenam bisa sangat bulat sempurna dan ukurannya besar. 

Kalau yang ini adalah pemandangan sepanjang jalan sebelum sunset:

kapal sewaan untuk tur. setiap kapal sepertinya harus pasang bendera Turki.

Ngantuk.... good night... have a sound and deep sleep, everybody. :)




Friday, July 26, 2013

N-Ach #4: Unsere Garten

Gambar lagi... gambar males....

garten
roses




Thursday, July 25, 2013

N-Ach #3: Bunga Kuning

Saya sedang suka warna kuning.
Dulu sekali waktu masih kecil, kuning adalah warna favorit saya.
Belakangan tiba-tiba saya yang memuja ungu ini jadi kepincut lagi sama warna kuning.

Nah, hari ini saya gambar bunga kuning.
Ini dianya (dengan background yang berbeda):



Saya pakai background hitam--lihat bedanya:



Background biru terang:



Saya ga bisa milih yang mana yang paling oke, jadi tiga versi saya upload semua.
Hahahaha... pemborosan memang.


Wednesday, July 24, 2013

N-Ach #2: Perih di Ujung Jemari

Pernah kah kalian merasakan perih di ujung-ujung jari sebab menahan sedih sendirian? Rasa sedih karena kehilangan sesuatu yang sepertinya tidak bisa lagi diusahakan merupakan jenis sedih yang lumayan menyesakkan ya? Iya ga sih?

Belakangan saya merasakan perih itu—perih di ujung-ujung jemari, bukan lagi di hati. Perih dalam artian harfiah—perih sungguhan, bukan sebatas bahasa. Saya tidak tahu apakah ada saluran perih dari hati ke ujung jari atau semata itu hanya sensasi perasaan saja. Sejauh yang bisa saya ingat, baru kali ini saya merasa perih jenis ini. Kalau perih di hati, saya sudah melewatinya dan itu juga cukup menyiksa.

Ada rasa syukur saat saya bisa merasakan perih seperti itu. Karena saya percaya itu dapat berarti bahwa hati saja masih bekerja dengan baik. Hati saya masih bisa merasa. Mungkin hati saya ingin memberi tahu bahwa sudah waktunya saya menyerah, melepas keinginan, dan merelakan dengan lapang. Suatu proses yang tidak mudah.

Hanya aneh saja kok bisa saat sedih, rasa perih yang seharusnya di hati itu malah bertransformasi menjadi perih di ujung-ujung jemari? 

Semoga kalian tidak menganggap saya berlebihan karena mengungkapkan perasaan ini. Jika kalian pernah atau suatu hari nanti bisa merasakannya, kalian akan mengerti yang saya maksudkan.

Dan kalau perasaan seperti itu menghampiri kalian, bersikaplah berani: rasakan, terima, jangan ditahan atau dilawan. Kenali perasaan sendiri dan akui. Tidak ada salahnya merasa sedih. Toh sedih juga adalah bagian dari emosi kita yang juga butuh diakui. Hanya usahakan jangan biarkan berlarut. Temukan hal positif dari kesedihan yang bisa membantu melegakan perasaan. Meski saya sangat tahu hal ini tidaklah mudah. 

***

Sehubungan dengan merasakan emosi ini, kemarin saya menonton video self-help yang terkait dengan berani mengenali perasaan dan terhubung dengan emosi diri kita yang paling sejati. Rori Raye nama pembicaranya bilang bahwa kita harus berani mengakui emosi sendiri saat kita marah, sedih, terluka, senang, bersyukur dan perasaan lainnya. Rasakan apa yang bisa dirasakan.

Rasakan amarah tanpa mengungkapkannya pada orang yang membuat kita marah. Rasakan perasaan sedih dan kecewa tanpa berkeinginan untuk menghakimi penyebabnya. Jika ingin menangis, rasakan tanpa menunjuk orang lain untuk bertanggung jawab karena membuat kita menangis. Cukup merasakan dan mengakui bahwa perasaan itu ada. Dan ini langkah yang baik dari pada mengeluhkan perasaan tersebut. 

Ia juga mengajarkan bagaimana caranya terhubung dengan emosi terdalam kita. Kuncinya adalah dengan membayangkan gelombang laut, lantai dasar lautan, dan arus (flow). 

Langkahnya adalah sebagai berikut: bayangkan sebuah samudera. Salami hingga ke dasarnya. Berdiri di dasar samudera, rasakan gerakan air dan lihat ikan-ikan yang berenang. Bayangkan tubuh kita ada di sana merasakan arus atau gelombang lautan. Ikuti dan rasakan gerakan gelombang air laut yang tenag dengan menggerakkan tangan sesuai arus. Dan biarkan diri kita "terhubung" dengan perasaan terdalam yang tengah dirasakan. Akui dan terima perasaan tersebut. Setelah beberapa saat, ini akan membuat kita lebih rileks… Dan sungguh lega saat bisa rileks dan kembali pada kondisi yang positif.  

Pada akhirnya, Rori bilang bahwa entah bagaimana, energi dari dalam diri kita akan bekerja dengan cara yang tidak kita ketahui dan akan memberi efek menyembuhkan. Energi positif dari dalam diri akan juga mempengaruhi hal yang di luar diri kita. Saat kita lebih positif, kita akan mempunyai pandangan yang berbeda tentang dunia, tentang masalah kita. Orang lain pun akan bisa merasakan energi positif tersebut dan bereaksi dengan cara yang berbeda pada kita. 

Mungkin kalian berpikir hal ini buang-buang waktu dan tidak masuk akal. Merasakan emosi memang mungkin tidak secara langsung menyelesaikan masalah kita. Tapi saya percaya bahwa ada beberapa hal yang memang tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan secara langsung atau pun dengan menggunakan logika. Saya percaya, teknik ini memiliki caranya sendiri untuk “mengoreksi” emosi dan menanggapi masalah penyebab emosi tadi. 

Cara ini memberi kita kesempatan untuk menyembuhkan diri sendiri!

Have a rocking Wednesday, everybody! Cheers….. :)



# Bandung, 24 Juli 2013

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...