Saturday, August 15, 2009

Cecila : Pada Suatu Senja

"Teman-teman, sebenarnya pikiran tentang ini sudah berbulan-bulan bersarang di kepalaku. Dan aku sudah tak tahan lagi menyimpannya," ujar Cecila Trefn sedih. "Hey kenapa tiba-tiba bicara seperti itu, Cecila? Ada masalah apa, kita sudah seperti saudara, jangan sungkan," ujar Mami Gocc sambil melirik Cecila Trefn yang duduk lebih tinggi di atasnya. "Apa kalian tidak merasa kalau kita demikian menyedihkan?" lanjut Cecila Trefn sambil memandangi langit di kejauhan yang mulai menguning. "Maksudmu bagaimana, Cecila?" kini giliran Wise de Spratner bersuara. "Aku jadi bingung memulainya. Aku merasa tidak berguna, tapi kenapa aku masih harus ada di sini. Seharusnya aku dibuang saja. Kadang malu rasanya dipajang terus seperti ini, padahal aku sudah rusak!" "Kita sama-sama rusak, Cecila," sambung Mami Gocc. "Justru karena rusak kita ada di sini. Kalau tidak rusak kita tentu ada di rumah yang hangat," sambung Wise de Spratner. "Paling tidak, di sini, kita tidak tercampur dengan sampah lain dan berbau busuk," sambungnya. "Selokan di bawah sana juga sama busuknya," rutuk Cecila Trefn. Mami Gocc dan Wise de Spratner serentak melongok ke bawah memandangi selokan hitam pekat yang menggenang. "Kau benar di sini memang busuk," Mami Gocc berkesah. "Dan makin hari kita makin lapuk, hancur dimakan cuaca!" tambah Cecila Trefn. "Dan papan di atas ini, sungguh menggangguku!" Mami Gocc dan Wise de Spratner yang masih memandangi selokan, langsung mengalihkan pandangan ke arah papan yang dimaksud Cecila Trefn. "Papan itu tidak mengenaimu, kan? Kau enak di atas sana, tempatmu lapang. Kau tak lihat ruang gerakku begini sempit. Aku terjepit di antara Wise dan tembok papan ini, hingga posisi badanku harus selalu miring agar lebih leluasa," Mami Gocc mengeluh. "Dan...ya...dipikir-pikir menyedihkan harus terus terjepit seperti ini," sambung Mami Gocc pelan sekali. Cecila Trefn melirik Mami Gocc, dan tidak berani berkata-kata sebab ia pun merasa kasihan melihat Mami Gocc. "Bukankah justru karena papan itu kita bermakna?" giliran Wise de Spratner bertanya pada dua sahabatnya. "Maksudmu bagaimana?" tanya Mami Gocc. "Kita dan papan itu saling melengkapi. Kita ada untuk mengukuhkan si Papan. Kita di sini membantunya agar lebih terlihat, dengan begitu akan banyak orang yang datang dan Pemilik Papan akan senang karena ia dapat pekerjaan, dan berarti dapat penghasilan." Wise de Spratner menjelaskan panjang lebar. "Kau benar, Wise," sambung Mami Gocc. "Membantu bagaimana? Kau baca baik-baik tulisan pada papan itu! Tidakkah ironis kita yang rusak ini dipajang di sini untuk mendukung si Papan? Apa kalian pikir akan ada orang yang mau memakai jasa Pemilik Papan setelah melihat keadaan kita. Pemilik Papan jelas-jelas tidak bisa memperbaiki kita, bagaimana ia bisa mempromosikan diri untuk memperbaiki yang lain?" Cecila Trefn menyangkal, suaranya meninggi. "Ah, kau juga benar. Aku sependapat denganmu, Cecila," ujar Mami Gocc. "Kita sudah tidak tertolong, Cecila," ujar Wise de Spratner sambil memandangi tubuhnya yang tinggi langsing tapi cacat—tak lengkap. Mami Gocc memandangi Wise de Spratner sedih, lalu memandangi tubuhnya sendiri, "Ya, kita memang sudah tidak tertolong, karena itu kita ditumpuk dan di sini," ujarnya pula sambil memandangi tubuhnya yang berkarat. Cecila juga ikut memandangi tubuhnya yang lapuk, berdebu, dan kehilangan baling-baling. Padahal, baling-balinglah yang membuatnya berguna—dulu. Hening. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Matahari di kejauhan memerah, dan bias cahayanya menodai langit sekitar. Merasa tak enak telah membuat teman-temannya bersedih, Cecila Trefn pun berujar: "Maaf, teman-teman... Aku tidak bermaksud—" "Hey...kita memang ditumpuk dan sengaja di pajang di sini... Tapi, pernah dengar tentang seni instalasi?" Wise de Spratner terdengar bersemangat. Mami Gocc langsung menyahut, "Apa itu seni instalasi? Apakah sama dengan instalasi rawat inap? Majikanku dulu pernah ke insta--" "Bukan, Mami Gocc. Aku juga tidak tahu pasti. Sewaktu aku tinggal di rumah majikanku yang seniman, aku pernah mendengar seni instalasi itu berhubungan dengan barang-barang yang ditumpuk atau disusun sedemikian rupa hingga barang-barang itu punya makna lain. Atau mewakili sesuatu yang lain, entahlah." "Lalu apa hubungannya dengan kita? Aku tidak mengerti," kembali Mami Gocc yang bertanya. "Aku juga," sambung Cecila Trefn. "Aduh bagaimana menjelaskannya, ya? Pokoknya aku pikir kita ini bisa disebut sebagai seni instalasi... Anggap saja begitu. Kita ditumpuk dan disusun di sini untuk sebuah maksud, yaitu mendukung si Papan. Agar ia lebih mudah terlihat! Kalian ingat tidak dengan Gadis Berkerudung yang sering lewat jalan ini. Hampir setahun dia lewati jalan ini, dan belakangan baru dia menyadari keberadaan kita. Bayangkan, kalau kita tak ada, ia mungkin tidak akan pernah sadar akan pentingnya si Papan, khususnya bagi Pemilik Papan. Dan kurasa bukan hanya Gadis Berkerudung yang tidak sadar dengan adanya si Papan." Mami Gocc dan Cecila Trefn saling tukang pandang, bingung. "Yaa... walaupun kita tidak layak diapresiasi, paling tidak kita bagian dari seni," lanjut Wise de Spratner sambil memandangi kedua sahabatnya, mengharap persetujuan. “Bagaimana?” sambungnya. "Ehm...kedengarannya bagus. Kita adalah bagian dari seni—seni instalasi. Bukan begitu Cecila?" Sebenarnya Cecila Trefn tidak berniat mengiyakan, tapi karena ia tak ingin merusak sore ini, ia pun berujar, "Ya...kupikir tidak ada salahnya menganggap diri bagian dari seni. Dan siapa bilang kita butuh apresiasi?! Kita bisa tetap ada, meski tanpa apresiasi." "Oh aku ingat, Gadis Berkerudung pernah memfoto kita... Apakah bisa berarti ia sedang mengapresiasi kita?" tanya Mami Gocc. "Ia mengambil foto kita sambil berkata betapa kita dan dan si Papan tampak kontradiktif," ujar Mami Gocc. "Benarkah ia pernah mengambil foto kita? Kontradiktif bagaimana?" tanya Wise de Spratner. "Dia bilang Papan ini menawarkan jasa service, tapi justru yang dipajang malah kita yang rusak. Bagaimana orang tertarik datang kemari, begitu katanya," jawab Mami Gocc. "Eh, jangan-jangan gara-gara mendengar Gadis Berkerudung itu kau jadi merasa menyedihkan Cecila?" sambung Mami Gocc. "Eh?" Cecila Trefn yang sedari tadi diam saja tampak kaget mendengar pertanyaan Mami Gocc, dan tidak menjawab apa-apa karena ia pun sibuk bertanya pada dirinya sendiri tentang hal tersebut. "Tapi, belakangan aku tidak pernah lagi melihat Gadis itu lewat jalan ini, yang sering digoda oleh pemuda-pemuda yang kerap duduk di warung sebelah itu kan?!" ujar Wise de Spratner. "Kabarnya ia sudah pindah ke luar kota." "Baguslah. Jadi Cecila tidak akan melihat dia lagi dan merasa menyedihkan karena teringat omongannya." Wise de Spratner melirik Cecila Trefn. Cecila Trefn mencoba tersenyum dan berujar, "Baiklah, kita adalah bagian dari seni!" ulang Cecila bersemangat. "Ah aku tahu alasan lain kenapa kita ada di sini," Mami Gocc menyela. "Dan kupikir kita memang harus terlihat menyedihkan. Dengan begitu, peran si Papan ini jadi lebih penting. Ia menawarkan jasa service kepada orang-orang agar barang-barang mereka yang rusak bisa diselamatkan dan bukannya jadi tidak tertolong seperti kita. Bisakah begitu, Wise?" "Aku tidak tahu kau bisa berpikir begitu, Mami Gocc. Kupikir-pikir kau ini lumayan pintar juga—kadang-kadang tapi...," Wise de Spratner menggoda Mami Gocc. "Apa kau bilang? Kadang-kadang?" Mami Gocc cemberut. "Ya... Kadang-kadang...," Wise de Spratner pun tertawa, disusul oleh tawa Cecila yang geli melihat ekspresi Mami Gocc. Mami Gocc, yang tidak bisa cemberut berlama-lama pun ikut tertawa. Di kejauhan, matahari yang merah hampir lelap di pangkuan langit. Bias cahayanya kini tidak hanya menodai langit tapi juga membekas pada wajah mereka bertiga. Notes: * Cecila Trefn anagram dari : Electric Fan * Wise de Spratner anagram dari : Water Dispenser * Mami Gocc anagram dari : Magic Com * Hahahahahahahaaaaaa... Demikian kisah tak begitu penting ini. Saya tidak bisa tidak menuliskan sesuatu tentang foto di atas! Bagaimanapun juga, Jakarta punya banyak cerita!

2 comments:

- said...

Ketawa muter-muter setelah baca notesnya. jakarta memang unik. Apapun dibuang sayang. Puntung rokok saja masih diburu.

Neni said...

Hahaha...iya mbak. Undur2 aja dijual. Dan sy kbingungan kok bs2nya ada yg jual binatang tsb.

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...