Seneng deh weekend kemarin (Minggu/ 18) akhirnya bisa menghabiskan waktu sama Hubby di luar rumah. Setelah seminggu beliau ga di rumah, it was such a worthy quality time.
Sehari sebelumnya, si cabang bayi banyak gerak sampai bikin ga nyaman mak nya. Sehubungan dengan ini, sang emak pun udah dari awal usap-usap perut sambil bilang, "Kita mau jalan-jalan ya, Nak. Jadi yang anteng ya." Seperti yang sebelum-sebelumnya, sang cabang bayi seolah mengerti dan nurut. Seharian dia anteng, kalau pun gerak, geraknya wajar. Dan satu lagi yang penting, sang cabang bayi ga rewel bikin mak-nya bolak-balik kamar mandi. Maklum sejak masuk usia kandungan 5 bulan, gejala rajin bolak-balik kamar mandi pun dimulai. Katanya sih karena ukuran bayi yang kian besar, otomatis menekan kandung kemih sang ibu; yang kemudian berefek pada ingin buang air lebih sering.
Berhubung hamil dan karena memang tidak banyak pilihan tempat jalan, dan seperti kebiasaan kami sebelumnya dan karena memang ini yang biasa saya minta, Hubby pun mengajak ke mall. Hehehe... Nggak masalah, yang penting pacalan...:D. Sejak pagi Hubby udah menyusun jadwalnya, bahwa jam segini dia ke sini, jam segono dia ke sono, dan jam sekian kita jalan. Deal!
Setelah nemenin Hubby shopping (Ini kebalik ya kan yaa?? Ya nggak sih?? Tapi ini nyata lho! heheh... :D), kami pun nonton di lantai atas mall yang paling sering saya kunjungi ini. Hubby yang milih filmnya, kayaknya sih udah browsing tentang film apa yang lagi diputer di bioskop. Pilihan jatuh pada "Assalamualaikum Beijing"; dan saya cukup menikmati film produksi anak negeri yang berlatar di Beijing ini. Filmnya ringan, diangkat dari novel, dan emang masih ada sedikit unsur sinetron (khususnya dalam hal happy ending) tapi filmnya cukup bikin kenyang dan menghibur. Bikin nangis juga (hehehe... saya mudah terharu memang... :p). Sebelum-sebelumnya, tiap kali nonton bareng, mungkin karena momennya yang emang lagi nggak ada film bagus, begitu keluar pintu bioskop perasaan ada rasa kurang gimana gitu.
Oh ya, di akhir film, Asma (tokoh utama) yang mengidap suatu penyakit dinyatakan hamil. Penyakit ini membuatnya kemungkinan akan mengalami keguguran. Nah saat sang suami bertanya tentang kesiapannya menanggung risiko itu, Asma yang saat itu tidak bisa bicara karena penyakitnya, menuliskan di secarik kertas coklat: "Dia akan setangguh cinta ayah dan ibunya".
Senyum sendiri bacanya, sambil usap perut. *Mentang-mentang hamil, berasa sinkron gini... Hahaha.... random deh bumil yang satu ini. :D
Satu lagi, di film ini ada adegan atau argumen antara dua tokoh utamanya (Asma dan panggil aja Cung-cung) tentang kenapa harus ada agama. Menurut Cung-cung bukankah agama yang memicu terjadinya perang dan kerusakan, karena banyak orang mengatasnamakan agama untuk berperang dan melakukan kerusakan. Argumen ini dibantah oleh Asma bahwa orang-orang yang menganut agama itulah yang mengatasnamakan agama itu sendiri, padahal agama tidak menganjarkan demikian. Dan bahwa justru jika tidak ada agama, kekejian dan perang akan lebih parah dan bukan sebaliknya. Intinya begitu lah kira-kira.
Saat menonton bagian ini, saya ingat dengan pertanyaan Frisca, teman seperjuangan semasa di negeri Hitler dulu. Frisca bilang, kenapa sih manusia diberi hawa nafsu (seks--red.), sementara di satu sisi manusia diharamkan oleh agamanya untuk melampiaskan nafsunya sebelum menikah. Kan hal itu (istilahnya) nyiksa. Dulu waktu denger pertanyaan ini, saya juga bingung dan diskusi kami tidak membawa kemana-mana.
Sampai akhirnya suatu hari saya bertanya pada Ahmad, seorang teman editor yang lulusan IAIN. Ahmad bilang, intinya, justru disitulah seninya, letak ujiannya. Kalau nggak ada nafsu, lalu apa lagi yang harus dilawan atau dikendalikan? Ujian keimanan seorang manusia akan kehilangan maknanya jika tidak ada nafsu.
Hmmm....lama saya cerna, saya sempat minta Ahmad untuk mengulang penjelasannya. Dipikir-pikir, iya juga ya. Kalau diistilahkan, nafsu ini istilahnya adalah sebagai apa ya, duuuh.... buntu...tapi rasanya ada istilahnya untuk hal semacam ini. Katalisator gitu? Kayaknya bukan deh. Ya, pokoknya gitu lah.
Selesai nonton, kami sholat dan langsung meluncur ke mall yang satu lagi, untuk makan di Pizza Hut. Ibu hamil yang satu ini, udah lama ngidam makan Fusili-nya Pizza Hut. Jadi jangan heran, begitu seporsi fusili hangat dengan keju yang melumer hadir di depan mata, langsung ludes sodara-sodara. Untuk yang belum pernah ngidam, mungkin nggak kebayang gimana rasanya nemu makanan yang dipengen. Walau pun itu cuma makan bakso ikan kampung, misalnya. Ada rasa puas gimana gitu, hehehe.... Dan kayaknya karena faktor laper juga sih, soalnya sengaja tadi nggak makan siang demi seporsi fusili. Menu lain yang juga dipesan, ludes juga tuh ga nyisa. Wah, ini mah curiga lapar ya!
Selesai makan, mampir bentar di counter seorang teman, terus langsung meluncur pulang. Cuaca Bandar Lampung sore itu bersahabat deh, nggak hujan tapi juga ga panas sedari siang. Nyaman! Sernyaman hati di sore itu...ahiww... ;)