Aku masih ingat saat kali pertama kita melihat Bimasakti:
Ribuan bintang berdesakan memenuhi langit,
berlomba-lomba memancarkan cahaya,
beramai-ramai memeluk hati kita,
dan memantulkan kilaunya pada kedua mata.
Lalu kau bertanya: "Seperti apa rasanya bintang?"
Sungguh aku tak tahu; tak ada yang pernah makan bintang,
tak kan ada yang mampu.
Tapi kau takkan terima jawaban itu
Maka aku mulai mengarang: bahwa rasanya terang seperti cahaya
Kau tak bisa percaya
Lalu kubilang rasanya manis seperti kue buatan ibu
Kau malah tertawa
Kusebut harum bagai kelopak mawar
Kau sangka aku bercanda
Kukira syahdu seperti lagu merdu
Kau tak terima
Kusangka hangat bagai selimut baru
Wajahmu jadi penuh tanda tanya
Dan aku terus mencoba menyebut berbagai rasa,
yang semuanya tak kau terima
Hingga akhirnya kau lelah menetang, dan bilang:
"Tak ada yang tahu rasa bintang,
karena tak ada yang pernah makan bintang,
tak kan ada yang mampu."
Aku pun hanya bisa membisu,
terlebih saat kau mulai menyalahkanku:
menyebutku pembual nomor satu.
***
Aku ingin melihat lagi Bimasakti
yang cahayanya memeluk hati,
yang kilaunya terpancar pada kedua mata
sambil berharap kau ada di sisi
dan kembali bertanya hal yang sama,
karena aku sudah menyiapkan jawabannya:
bahwa bintang kali ini,
rasanya seperti--
rindu...
~ Hamburg, 29 Maret 2010~
Tuesday, March 30, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
ada yang memakan bintang
namanya kala
suatu hari ia makan matahari
kadang kalau tidak lapar tapi ingin cemilan ia makan bulan
orang-orang terganggu aktivitasnya karena kala doyan makan
jadi mereka buru-buru bikin ribut pukul kentongan
wah ini jd karya baru? atau karya ini memang udah ada cm gw br baca?
Bimasaksi yang manisnya seperti kue buatan Ibu?
Mau Neni... Mau... ^^
Yaakkk dibungkus deh buat mbak eka...=)
Post a Comment