Friday, April 01, 2011

Gadis Kecil dan Cahaya

Pada suatu pagi yang tak terik tak juga mendung, ada gadis kecil yang datang ke sebuah toko serba ada. "Aku ingin beli cahaya," ujarnya tegas pada penjaga toko. "Untuk kedua mataku," lanjutnya seolah mengerti kebingungan yang terpancar di mata penjaga toko.

"Tapi, matamu baik-baik saja, bukan?" tanya penjaga toko sambil memandangi gadis kecil, lalu membenarkan letak kacamatanya. "Matamu begini indah: bulat dan besar."

"Terimakasih, Bapak. Tapi, tidakkah kau lihat, tak ada cahaya di sana?"

"Siapa yang bilang begitu?"

"Aku sangat tahu hal ini. Aku menyadarinya sendiri--baru-baru ini--saat melihat foto-fotoku sendiri."

"Kita kadang bisa salah menilai diri, gadis kecil."

"Tidak, aku tahu pasti tentang hal ini. Aku bisa saja tersenyum atau tertawa, tapi mataku tidak."

"Tidak benar begitu," jawab penjaga toko, agak ragu. "Bagaimana awalnya kau bisa berpikir demikian?"

"Ah, ini susah dijelaskan. Apakah kau menjualnya, Bapak? Aku ingin membelinya."

"Sayang sekali, gadis kecil. Aku tidak menjual cahaya untuk mata. Toko-toko lain pun tidak.

Gadis kecil terdiam. Ia memandang kosong pada bayangannya sendiri di kacamata penjaga toko.

"Aku tak bermaksud membuatmu sedih. Tapi memang tak ada yang menjual cahaya mata."

"Lalu bagaimana caranya memiliki cahaya pada mata?"

Penjaga toko memandang iba gadis kecil, dan berkata: "Mungkin kau harus mencari dan mengusahakannya sendiri, dan bukan membelinya."

"Ke mana harus mencarinya?"

"Entahlah. Aku harap kau akan segera tahu dengan sendirinya. Mungkin cahaya itu akan kau temukan di suatu tempat, sebuah benda, atau juga pada seseorang."

"Lalu menurutmu, Bapak, jika cahaya mataku sudah kutemukan pada sebuah tempat atau benda atau pada seseorang; akankah mataku tetap bercahaya meski tempat atau benda atau seseorang itu menjadi tiada di kemudian hari?"

Penjaga toko terkejut mendengar pertanyaan ini. Ia hanya berkedip cepat. Matanya dan mata gadis kecil kini saling lekat menatap. Penjaga toko menggeleng pelan dan dengan menyesal ia berkata, "Ah, aku tak terlalu paham hal-hal seperti ini, gadis kecil... Maaf."


*foto dipinjam dari sini nih.

Note: ditulis di sesi 10 minutes free-writing hari ini.

2 comments:

salamatahari said...

Gue suka yang ini ...

Gadis kecil, beli aja bibit cahaya dan tanem sendiri di dalem hati. Jadi kamu nggak bergantung sama benda di luar karena pohonnya punya kamu sendiri, bisa kamu petik kapan aja =)

Neni said...

Wah ide bagus tuh, Dea... Jd ga tergantung sm faktor luar diri, ya?
Tapi berarti hrus cari toko yg jual bibit cahaya ya...hhmhmm... :)

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...