yang melekat mengendap di tubuhmu yang batu
Matahari memang memanggangmu dengan setia
membakar tubuhmu yang kian menghitam
Hujan rajin mencacahmu pelan dan tekun
menembus pori-porimu yang merapuh dan berair
Gigil angin membalutmu dengan rapi
menyelimutimu dengan pilu kesepian
Hingga pada suatu senja
yang lelap ketiduran di sudut kota
yang lelap ketiduran di sudut kota
Kau akan menyerah:
Pecah!
Pecah!
Orang-orang akan lupa bahwa
ada matahari yang pernah menggempurmu dengan rintik cahaya
ada hujan yang hinggap berkilauan menantang pelangi yang jatuh di tubuhmu
ada angin yang pernah menyanyikan merdu lagu musim-musim di bising telingamu
Hanya akulah rumput
(yang akan mereka lihat dan ingat)
Akar-akarku yang halus tersulur memelukmu erat,
melekat mengendap di tubuhmu
yang dulunya batu...
* ditulis di sesi 10 Minutes Free-Writing: Selasa, 23 Maret 2011.
2 comments:
Co cuiiiit =)
Maaciiiih, Dea... hehehe...
Post a Comment