Selalu ada anomali; termasuk bunga-bunga yang justru hanya mekar di musim gugur. Mereka ada di sini, di taman ini. Taman yang nyaris tiap hari kukunjungi, tak peduli angin musim gugur kian giat menggigiti tulang, mengalahkan hangat mentari yang kini hanya menyisakan silau.
Aku paling suka ke sini justru pada saat-saat seperti ini. Saat daun-daun yang kuning satu persatu jatuh menuntaskan siklus hidupnya di bumi. Aku paling suka memandangi hujan daun, mengikuti gerak tarian mereka saat terombang-ambing angin hingga akhirnya mendarat di dekat kaki, di tanah yang lembab, di rerumputan yang masih bertahan untuk tetap hijau.
Tapi memandangi hujan daun adalah bonus kedatanganku ke taman ini pada musim gugur. Yang paling menarik adalah karena di tengah musim di mana semua yang hidup mulai terancam dingin, aku justru menemukan kehidupan. Ah, bukan... bukan aku yang menemukan. Kau. Kau yang pertama kali menunjukkan padaku keberadaan mereka: bunga-bunga yang mekar saat kebanyakan bunga lain memilih untuk gugur dan berakhir.
Kau memang paling suka bunga-bunga musim gugur. Awalnya kusebut kau tidak normal: mana ada lelaki penyuka bunga. Tapi kau dengan tangkas membela diri. Kau bilang kau menyukai mereka karena mereka berbeda, langka; mereka menantang arus; mereka mampu melawan teori yang berlaku di bumi bahwa tumbuhan akan lumpuh saat musim gugur; mereka hidup saat kebanyakan yang lain justru mati; merekalah anomali!
Kemudian, kau pun bilang bahwa alasan yang paling utama kenapa kau menyukai mereka--alasan yang menurutku paling mengada-ada--adalah karena mereka selalu mengingatkanmu pada seorang perempuan yang kini ada di sisi.
Lalu aku bersusah payah memadamkan bara yang tiba-tiba membakar di kedua pipi!
Ditulis di RLWC, 9 Oktober 2010.
Tema: Menulis dengan menginterpretasi lagu "After Midnight" dari Tesla Manaf Efendi.
Aku paling suka ke sini justru pada saat-saat seperti ini. Saat daun-daun yang kuning satu persatu jatuh menuntaskan siklus hidupnya di bumi. Aku paling suka memandangi hujan daun, mengikuti gerak tarian mereka saat terombang-ambing angin hingga akhirnya mendarat di dekat kaki, di tanah yang lembab, di rerumputan yang masih bertahan untuk tetap hijau.
Tapi memandangi hujan daun adalah bonus kedatanganku ke taman ini pada musim gugur. Yang paling menarik adalah karena di tengah musim di mana semua yang hidup mulai terancam dingin, aku justru menemukan kehidupan. Ah, bukan... bukan aku yang menemukan. Kau. Kau yang pertama kali menunjukkan padaku keberadaan mereka: bunga-bunga yang mekar saat kebanyakan bunga lain memilih untuk gugur dan berakhir.
Kau memang paling suka bunga-bunga musim gugur. Awalnya kusebut kau tidak normal: mana ada lelaki penyuka bunga. Tapi kau dengan tangkas membela diri. Kau bilang kau menyukai mereka karena mereka berbeda, langka; mereka menantang arus; mereka mampu melawan teori yang berlaku di bumi bahwa tumbuhan akan lumpuh saat musim gugur; mereka hidup saat kebanyakan yang lain justru mati; merekalah anomali!
Kemudian, kau pun bilang bahwa alasan yang paling utama kenapa kau menyukai mereka--alasan yang menurutku paling mengada-ada--adalah karena mereka selalu mengingatkanmu pada seorang perempuan yang kini ada di sisi.
Lalu aku bersusah payah memadamkan bara yang tiba-tiba membakar di kedua pipi!
Ditulis di RLWC, 9 Oktober 2010.
Tema: Menulis dengan menginterpretasi lagu "After Midnight" dari Tesla Manaf Efendi.
2 comments:
Awh, ending-nya oke banget. Saya kok gak inget ya endingnya itu?
Kan waktu itu endingnya 'titik...Titik...' tea,nia..
Post a Comment