Saya benci harus mengakui bahwa saya menangis saat menyaksikan sebuah teater boneka. Ya, teater boneka! Saya akan menceritakan sebagian besar cerita dan akhir teater boneka ini di sini, agar saya tidak lupa atau sekedar untuk membaginya pada kalian. Jadi berhati-hatilah bagi yang tidak suka spoiler.
Mwathirika adalah judul teater boneka yang saya maksud. Bertempat di gedung pertemuan IFI Bandung, 16 Juni 2012, inilah sebuah teater boneka yang berkisah tentang sejarah kehilangan dan kehilangan sejarah berlatar masa kelam Indonesia pada September 1965. Mwathirika dibawakan oleh papermoon puppet theater yang sejak awal menggunakan seni teater boneka tanpa kata untuk bicara tentang banyak hal, kepada lebih banyak orang agar sama-sama mengingat atau untuk membagi rasa.
Kisah ini terkesan sederhana, tapi dibalik kesederhanaannya ia sesungguhnya begitu kaya, baik dari ceritanya sendiri, sejarah yang melatarinya, dinamika kehidupan tokoh-tokohnya, dan lain sebagainya. Meski berlatarkan gejolak politik yang kelam, ia tidak bercerita urusan politik secara muluk dan ekstrim. Tidak "menunjuk" tentang siapa membunuh siapa. Mwathirika menceritakan kisah mereka yang mau tidak mau terkena imbas pahit dari sebuah kepentingan yang berujung pada kehilangan orang-orang terkasih.
Pertunjukkan yang mengesankan ini dimulai dengan mengenalkan Baba dan Haki; dua orang ayah yang "merupakan tetangga baik yang tinggal 'berseberangan'." Baba yang bertangan satu tinggal di rumah berwarna merah bersama dua anaknya: Moyo (10 tahun) dan Tupu (4 tahun). Sementara Haki, tinggal di rumah berwarna hijau dengan ukuran lebih kecil di seberang rumah Baba bersama anaknya Lacuna. Lacuna adalah gadis kecil berkursi roda, bermata juga berhati besar.
(ki-ka) Moyo, Tupu, Lacuna, Haki, Baba, Anjing gila... Kisah mereka membuat saya menangis... |
Keheningan di dalam ruangan, tiba-tiba hilang saat sekelompok orang bertopeng yang membawa balon merah menjajah pentas. Mereka seolah membawakan tarian dan bersuara gaduh mengelu-elukan sesuatu yang mereka lihat di layar yang menampilkan serangkain gambar. Berikutnya, teater kemudian berganti menyorot Tupu, yang baru bangun tidur dan langsung buang air di depan rumahnya. Adegan ini tentu saja menuai tawa penonton. Tupu lalu bermain sendirian di halaman rumahnya: melompat dari satu balok ke balok lain dan terjatuh. Ia lalu bermain kuda-kudaan yang terbuat dari kayu. Tepat saat ia tengah asyik menunggang kuda, tiba-tiba susana menjadi tegang akibat muncul seekor anjing hitam besar yang menyalak garang pada Tupu. Tupu yang ketakutan refleks meniup peluit merah yang selalu ia kalungkan sambil menodongkan kuda kayunya ke arah anjing. Mungkin dengan meniup peluit ia berharap sang anjing patuh padanya.
Bersamaan dengan itu, dari dalam rumah muncullah Moyo sang kakak yang tergopoh-gopoh mengarahkan peluru ketapelnya ke arah anjing tapi tidak berhasil mengusir. Kemudian, kuda kayu pun dilemparkan ke anjing tersebut dan membuatnya lari tunggang langgang. Tupu kecil menangis, mungkin sedikit syok. Moyo berusaha menghibur adiknya. Kuda kayu yang dipakai melempar anjing rusak.
Saat Moyo kebingungan tak berhasil membujuk sang adik, Baba muncul. Ia baru saja pulang dan membawa balon merah untuk Tupu. Tupu menjadi riang kembali namun menangis lagi saat Moyo menggodanya dengan cara merebut balon merahnya dan tertawa-tawa mengikik. Kejahilan khas seorang kakak kepada adik yang disayanginya. Tak tega melihat Tupu sedih, si jahil Moyo mengembalikan balon yang segera diambil oleh Tupu lalu masuk ke rumah bersama Baba. Tak lama kemudian, Haki datang. Setelah menyapa Tupu yang kini sibuk sendiri dengan mainan barunya, ia memanggil Lacuna dan menyerahkan sebuah kotak musik. Lacuna senang sekali dengan hadiah tersebut. Bahkan Tupu pun ikut bergoyang sambil mendekati Lacuna saat mendengar musiknya. Tupu bahkan membuang balonnya dan meminta kotak musik yang tentu saja tidak diberikan oleh Lacuna.
Keesokan harinya, sekelompok sirkus keliling melewati rumah mereka. Suasana dalam ruangan menjadi demikian meriah oleh musik yang keras dan ramai, sorakan, dan tepuk tangan pemain sirkus. Kedua keluarga tertawa-tawa riang menyaksikan mereka. Dan yang menarik pada bagian ini adalah bahwa penonton diajak untuk ikut bersorak, tepuk tangan, dan pendeknya "terlibat". Perasaan terlibat pada sebuah pertunjukkan atau apa pun, meskipun kecil, ia punya dampak yang hebat. Menyenangkan sekali rasanya ada di tengah keramaian yang membahagiakan bersama boneka-boneka yang bergerak dengan bahasa tubuh selincah manusia padahal mereka hanya benda mati yang digerakkan oleh manusia-manusia kreatif dari Yogyakarta.
Di akhir pertunjukkan sirkus keliling, seorang pemain sirkus menghampiri Baba yang tengah menonton dari jendela rumah dan memberikan secarik bendera merah. Belum habis keriangan atas pertunjukkan sirkus, penonton dibawa pada suasana malam saat sekelompok orang bertopeng menandai jendela rumah Baba dengan segititiga merah. Baba terbangun, membuka jendela tapi tak menemukan siapa-siapa. Ia lalu menyalakan rokoknya. Haki juga terbangun dan menyapa Baba.
Baba yang terbangun sesaat setelah jendela rumahnya ditandai dengan segitiga merah. |
Pagi-pagi sekali, Haki yang sedang menyapu halaman kaget melihat ada tanpa segitiga merah di jendela rumah Baba. Ia menghindar saat Baba yang menuju halaman menyapanya. Tak perlu waktu lama, Baba pun melihat tanda tersebut dan sangat marah. Ia berusaha menghapusnya dengan sapu lidi, tapi sia-sia. Ia kemudian tak memedulikan tanda tersebut dan segera mengambil kembali palu yang sejak tadi dibawanya untuk membetulkan kuda kayu Tupu. Sebelum selesai membetulkan kuda kayu tersebut, sekelompok orang bertopeng dan bersenjata datang dan memerintahkan Baba untuk ikut mereka. Baba tidak melawan.
Baba berhenti melangkah ketika mendengar Moyo dan Tupu keluar untuk bermain baris-berbaris atau berakting tentara. Baba meminta waktu sejenak kepada orang-orang bertopeng. Ia menghampiri Moyo dan Tupu dan mengecup kening mereka. Ia sempatkan pula menyelesaikan kegiatannya sebelumnya, yaitu membetulkan kuda kayu. Ia serahkan kuda kayu yang sudah baik pada Tupu yang kegirangan dan menciumnya sekali lagi. Moyo sudah merasa ada yang tidak beres, tapi Baba hanya menepuk bahunya, menciumnya lagi kemudian pergi. Sejak kejadian itu, keriangan yang masih gegap gempita mewarnai hati para boneka dan para penontonnya seketika sirna.
Setelahnya, penonton diajak menyaksikan kepedihan dua anak yang masih terlalu kecil untuk hidup tanpa ayah. Siang berganti malam, malam berganti siang. Pada suatu waktu, Tupu merengek pada Moyo sambil membawa piring dan sendok. Ia lapar. Moyo kebingungan. Tiba-tiba muncul di hadapan mereka dua ekor kodok yang melompat-lompat. Tanpa pikir panjang, Moyo menangkap kedua kodok tersebut. Tupu memukul-mukulkan sendok ke piring tanda kegirangan saat Moyo berhasil menangkap mereka. Yang terlihat selanjutnya adalah kedua anak ini muntah-muntah. Kiranya mereka memakan kodok tersebut! Hari-hari selanjutnya Tupu sudah tidak mau makan.
Moyo tampak berlari-lari mengejar orang bertopeng sambil membawa sepucuk surat. Tupu ditinggal sendirian. Saat berhasil menarik perhatian seorang bertopeng, Moyo hanya berujar: "Baba Moyo" sambil menyodorkan surat yang kiranya ia tulis untuk Baba. Orang bertopeng melihat peluit merah di leher Moyo dan langsung menggiring Moyo yang tak pernah kembali lagi. Tupu menunggu di jendela hingga malam. Ia meniup-niup peluitnya sendirian dan suara peluitnya tidak lagi lantang. Saat siang, Tupu akan duduk di beranda rumah di samping balon merah yang ditaruh di pojok beranda sambil meniup peluit yang suaranya kian lama kian lemah. Sesekali ia akan melihat ke arah dimana ia berharap Moyo muncul.
Sejak kepergian Baba, saya sungguh berharap Haki akan muncul dan membantu mereka setidaknya memberi makan. Tapi rupanya, tanda segitiga merah di jendela rumah membuat Haki menjauhi mereka sebagai jalan aman. Kiranya tanda segitiga merah adalah berarti sebuah masalah. Ia bahkan marah saat Lacuna menghampiri Tupu dan berniat memberikan kotak musik yang kemarin-kemarin tidak diberikannya pada Tupu.
Tampak Baba berada di dalam sel dan digiring keluar. Seorang bertopeng membawa benda serupa timbangan ke hadapan penonton dan menyusun boneka putih ukuran kecil yang pada dadanya tergambar segitiga merah. Setelah disusun berbaris ke belakang, seketika boneka-boneka putih tersebut roboh diiringi suara letusan balon merah pemberian Baba. Tupu kecil terkejut dibuatnya; musik latar yang serupa lolongan bernada sedih seolah menjadi penanda kesedihan yang tiba-tiba menyergap Tupu.
Ditengah kesedihan Tupu yang mendalam, Lacuna kembali menghampirinya dan menyerahkan kotak musik. Tupu menolak, ia sudah tidak butuh apa-apa lagi. Lacuna tak peduli, ia meninggalkannya begitu saja. Tupu tak memedulikan kotak musik, ia masih saja meniup peluit yang suaranya kian lemah dan pilu. Lalu Tupu dipeluk erat oleh yang menggerakkanya. Rumah Tupu dihancurkan sekelompok orang bertopeng.
Haki dan Lacuna keluar rumah membawa koper; mereka berniat pindah, lagi-lagi untuk alasan keamanan. Haki meminta Lacuna menunggunya sebentar, sebab ia harus kembali ke dalam untuk mengambil sesuatu. Sepeninggal Haki, Lacuna melihat rumah Tupu yang sudah berantakan, memanggil-manggil Tupu tapi tak beroleh jawaban. Ia hanya menemukan kotak musiknya di tempat ia meletakkan terakhir kali, topi Tupu yang segera diambilnya, dan peluit merah yang kemudian ia tiup dengan keras seolah berharap didengar oleh Tupu.
Sekembalinya Haki, ia hanya menemukan koper cokelatnya dan kursi roda Lacuna yang terbalik tanpa tuannya.
***
Banyak simbol-simbol dalam kisah yang berdurasi sekira 55 menit ini; sebut saja segitiga merah, balon merah, bendera merah, peluit merah, boneka putih dengan tanda segitiga merah di dada, pasukan bertopeng, dan lain sebagainya. Meski penuh simbol dan pahit dikunyah, pementasan teater boneka yang sukses menuai standing applaus ini tetap mudah dipahami dan menggugah naluri kemanusiaan. Meskipun mungkin pemahaman tersebut hanyalah sebatas permukaan, ia mampu menggiring untuk berempati dan bahkan menguras air mata sejumlah penonton, termasuk saya. Lega rasanya saat mengetahui bahwa saya tidak sendirian menangis saat itu.
Tiket Mwathirika |
P.S:
September mendatang, papermoon puppet theatre akan tur keliling Amerika dalam rangka pementasan Mwathirika. Semoga sukses!
4 comments:
hiks... nyesel ga bisa ngerasain suasana disana... >.<
wah panjang banget :D
numpang blogwalking smoga mbak Neni mau bales kunjungan saya amin
terimakasih untuk sudah menulis tentang MWATHIRIKA... :')
sama-sama Mbak Ria... Pertunjukkannya kereen sangat... ;)
Post a Comment