Kenapa kadang-kadang berkomunikasi dengan orang asing yang kita temui menjadi lebih mudah dibandingkan berkomunikasi dengan orang-orang yang (seharusnya) memiliki kedekatan personal dengan kita?
Berapa banyak anak yang lebih memilih curhat dengan teman-teman atau pacar dibanding dengan orangtuanya sendiri? Berapa banyak pasangan yang mengeluhkan pasangannya pada teman-temannya ketimbang membicarakan masalah langsung dengan orang yang bersangkutan?
Komunikasi adalah sebuah keterampilan. Saya pernah dengar atau baca bahwa orang yang pandai berkomunikasi adalah orang yang bisa "menguasai dunia". Oke mungkin kata dalam tanda petik itu agak berlebihan, tapi saya setuju dan mengamini bahwa komunikasi itu penting adanya.
Belakangan sejak menjadi penulis untuk e-magz, saya harus beberapa kali bertemu orang baru sebagai narasumber dan mewawancarai mereka untuk kebutuhan artikel. Ada masa dimana saya merasa menyenangkan sekali bertemu orang-orang baru (dan biasanya orang-orang yang memiliki pengaruh atau sukses dalam hal tertentu--karena itulah mereka diwawancara). Mereka selalu punya cerita yang menarik, yang baru saya dengar, yang membuat saya berkali-kali menyimpulkan bahwa memang setiap orang (dalam bidangnya masing2) itu memiliki persona yang hebat dan kuat, sesederhana apa pun penampilan mereka. Mereka selalu punya cerita. Bahkan apapun profesi mereka, selalu ada cerita yang menarik untuk digali. Saya pernah tanya-tanya seorang perempuan yang dipanggil ke rumah untuk memijat, dan bahkan dia pun punya cerita menarik seputar profesinya. Tadinya saya malas tanya-tanya, tapi dengan mengingat pengalaman mewawancarai orang, saya jadi ngobrol banyak sama ibu tukang pijat ini.
Saya bukan tipe orang yang mudah berinteraksi dengan sembarang orang. Tapi saya juga bisa langsung sangat dekat dan akrab dengan orang-orang tertentu. Orang-orang tertentu yang saya merasa nyaman bahkan dari awal saya bertemu dengannya, yang memiliki ikatan kesamaan dengan saya baik itu disadari atau tidak. Dan orang-orang seperti ini tidak bisa dikatakan banyak. Tapi dengan menjalani profesi baru ini, saya pikir jika saya mau mudah saja berinteraksi dengan seseorang. Itu kuncinya, jika saya mau. Jika saya mau saya bisa mendengarkan dan bertanya pada seseorang dan memberi kesempatan padanya untuk membuka diri. Tapi kadang-kadang, males aja berinteraksi dengan orang asing secara sengaja (di luar kebutuhan pekerjaan).
Lalu saat saya sudah berpikir bahwa banyak hal menarik yang bisa digali dari diri seseorang yang baru kita kenal, kenapa saya masih kesulitan berkomunikasi dengan orang-orang terdekat atau yang seharusnya dekat secara personal. Atau justru karena identitas personal itulah, misal udah tau seluk beluknya jadi ga ada lagi yang perlu ditanyakan, ga ada lagi bahan pembicaraan yang perlu diusahakan? Berbeda saat wawancara, kita memang diniatkan untuk menggali info sebanyak-banyaknya karena tuntutan kerjaan. Atau memang mudah saja tersinggung dan menyatakan ketidaksukaan kepada orang terdekat, karena ya sudah dekat? Lalu ini jadi pemicu keributan. Atau karena dekat secara personal lah yang justru membuat apa-apa diambil hati sehingga menimbulkan amarah dan sakit hati (meski tanpa sengaja)? Karena kalau ga terlalu dekat mungkin tidak akan terlalu terganggu dan peduli, bodo amat ga ambil pusing orang lain mau ngomong apa atau berbuat apa juga. Atau memang ga sinkron aja arah komunikasinya jadi ga juga bisa dijembatani komunikasinya? Atau mungkin keinginan untuk komunikasi tidak dibarengi dengan cara berkomunikasi yang efektif dan tepat? Gitu kah?
Dan bagaimana pun komunikasi melibatkan dua orang atau lebih. It takes two to tanggo. Saat seseorang ingin mengubah pola komunikasi sementara yang lain bertahan dengan kebiasaan lama, percuma juga. Saat salah satu pihak sudah tidak ingin mengusahakan, pihak lain juga mau ga mau juga akan berhenti mengusahakan. Lalu miskomunikasi akan menjadi unfinished business, yang kalau tidak besar hati diterima akan tetap menghantui pikiran sampai beberapa waktu ke depan.